Saat Cinta Berkata

SAAT CINTA BERKATA
Narayan gelisah di atas tempat tidurnya. matanya terpejam tapi dia belum tertidur sama sekali.
kadan kadang dia menghela nafas panjang, karena pikirannya sudah terfokus untuk esok hari.
apapun yang akan terjadi besok disekolah adalah hal yang baru untuknya.
---
Tiga hari yang lalu saat sepulang sekolah, di samping kelas XII IPS 2.
Narayan menyatakan cinta.
cinta polos pertamanya kepada Elda.
Tak tergambarkan bagaimana keadaan Narayan hari itu.
Dia biasa berlari pagi sejauh Lima kilometer, tapi tak pernah sulit bernafas seperti ini.
badannya gemetar dan begitupun suaranya.
padahal dia sering mewakili kelasnya berpidato di depan anggota osis, dewan guru dan wali murid yang jumlahnya ratusan.
meski sudah mempersiapkan diri hampir setahun, semuanya terlihat kacau.
dan reaksi balik dari Elda membuatnya hampir pingsan ditempat.
Elda sangat tenang berbeda dengan Aryan.
Elda memeluk buku di tangannya, dan memasang senyum termanis.
sebelum berkata apapun dia menatap lembut mata aryan beberapa menit.
Dan menit-menit yang hening itu merupakan detik-detik terlama untuk aryan.

"Aryan..." elda memulai kalimatnya. aryan hampir terjengkang karena lemas.
"ya...El," jawabnya sok tenang, meski tangannya dari tadi keringat dingin.
"aku perlu berpikir...beri aku tiga hari..." Elda memberikan senyumnya lagi.
"baiklah..." Lalu aryan pulang dengan mengutuk dirinya sendiri.

Dalam perjalanan pulang hari itu kata-kata Fikri menghantui kepalanya.
Fikri adalah teman baik Aryan, dan sekaligus lelaki yang amat beruntung di mata aryan.
pacar dan mantan Fikri banyak. berbanding terbalik dengan aryan yang baru jatuh cinta dua tahun terakhir.
dan karena itulah Fikri adalah guru besar Aryan selama dua tahun terakhir.
"Woi kawan, jika nanti dia minta waktu buat berpikir, kau berilah dia waktu. Tapi pulanglah dengan lapang dada jangan terlalu mengaharap lagi.
karena itu artinya kau telah ditolak kawan."
"kok bisa?" tanya aryan polos.
"menurut gurumu ini, wanita itu suka membuat orang yang menyukainya menderita dulu, hahaha"
lalu Fikri menutup pelajaran hari itu, meninggalkan bon bakso dan es teh seperti biasanya kepada aryan.

Dan pendapat fikri ternyata benar.
hampir dua tahun aryan menunjukkan tanda-tanda dia suka kepada elda.
Hampir satu tahun dia belajar mencari momen dan kata-kata yang pas untuk mengungkapkannya.
setelah hampir jatuh karena gugup masih saja wanita pujaannya menunggu 3 hari untuk melengkapi penderitaannya.
dan menurut fikri jawaban yang akan diberikan elda 3 hari nanti hanyalah satu kata "tidak".
wanita ternyata kadang-kadang bisa juga menjadi kejam.
----

Hari ini Aryan datang terlambat. dia bangun kesiangan karena semalam jam empat pagi baru tertidur. itupun bukan tidur yang dia inginkan.
bisa dikatakan aryan pingsan karena kelelahan. karena tiba-tiba saja dia jatuh tertidur dilantai saat sedang merapikan sprei kasurnya yang berantakan karena dia terlalu kasak-kusuk.

Langkahkahnya goyah, dan wajahnya pucat seharian.
pelajaran apa saja yang dia ajarkan gurunya sama sekali tak masuk dikepalanya.
padahal Fikri sudah mencoba sekuat cara menghiburnya.
fikri membuat lelucon terus menerus.
lalu menuliskan nomor hp cewek jomblo nan cantik di buku catatan aryan.
aryan bergeming.

"Tenang dong, siapa tau kau diterimanya." goda fikri.
Senyum aryan mengembang, lalu dia mencerna kembali kata-kata fikri "siapa tahu?"...
itu artinya 50-50...
kebalikan dari diterima adalah..."DITOLAK".... senyum aryan yang tadi sekejap berubah rata.

Bel terakhir berbunyi, lautan putih abu-abu berhamburan pulang.
aryan berjalan pelan menuju tempat penembakan kemarin.
disana Elda sudah berdiri menunggu dan dia memberikan senyum termanis seperti biasanya.

"Hai, el..." sapa aryan lemah.
"aryan... kamu kok keliatan sakit?" elda menatap wajah aryan dari dekat.
"emh, kemaren lupa makan" jawab aryan malas.
"ugh, jangan gitu dong..." elda menyadari dia berdiri terlalu dekat dengan aryan. aryan pun ikut mundur.
"tentang kemarin..." aryan dan elda ngomong bersamaan. lalu mereka tertawa kecil.
"aku nggak bisa yan..." jawab elda pelan. Aryan hampir rubuh meski telah matang mempersiapkan diri.
"ya...aku ngerti" jawab aryan cepat.
"ngerti?" tanya Elda menggoda.
"yah, aku juga dah siap kok apapun jawaban kamu... meski sakit" kata aryan memegang dadanya.
elda langsung memegang tangan itu. aryan yang tertunduk menatap wajah elda dengan sisa tenaganya.
"aku kan belum selesai ngomong. aku nggak bisa yan, nggak bisa nolak kamu" Elda tersenyum dan menenangkan tangan aryan yang dingin.
Aryan hampir menangis karena bahagia, inilah rasa bahagia yang tak pernah dirasakannya.
mereka berdua berpegangan tangan dalam waktu yang lama.
dan saat berpisah dijalanan mereka mengucapkan janji-janji manis untuk esok.
saat kejauhan pun mereka masih saling menoleh dan saling tersenyum.

Lalu hari ini aryan pulang dengan perasaan bahagia.
meski tubuhnya semakin lemah karna sakit, tapi sepeda itu mampu di pacunya secepat mungkin.
di dalam pikirannya tak mampu di lepasnya bayang senyum Elda.
dia memejamkan matanya sesaat untuk mengingat kembali saat-saat tadi.
dan tanpa sadar sebuah truk yang remnya rusak mendekatinya dari arah belakang.
suara klakson mobil itu meraung-raung, tapi aryan dan sepedanya terlalu berada di pertengahan jalan.

lalu disana yang terdengar hanya bunyi dentuman yang kencang, di sambut pekik histeris warga yang ada disekitarnya...

Berita adalah hal yang sangat cepat menyebar. Terutama di kota kecil seperti tempat tinggal Aryan dan Elda. Hanya butuh beberapa menit berita kecelakaan Aryan sampai kepada Elda. Elda saat itu baru saja mengganti seragam sekolahnya, saat telpon rumahnya berdering. Dan berita yang didengar elda membuat dirinya jatuh, dan tak mampu berkata apapun.

“El, ini fikri. aku nggak mau bikin kamu panik. Tapi Aryan baru aja kecelakaan. Sekarang dia dibawa kerumah sakit umum. Aku telah disini bersama orang tuanya. Aryan masih di UGD. Saat ini dia kritis. Mohon doa-nya El” begitulah kira-kira kalimat yang didengarnya dari balik gagang telpon yang kini menggantung. Elda tak sempat meletakkanya kembali, dia sangat terkejut dan tak mampu menjawab kata-kata Fikri.

Beberapa saat setelah dia diam, Elda keluar rumah dan segera menuju rumah sakit umum itu. Tanpa persiapan, tanpa minta izin orang tuanya, emosinya yang selalu bisa dikendalikan kini bergejolak. Pikirannya kini tertuju pada kondisi Aryan, apa yang akan terjadi pada Aryan? Tak ada satu jawaban logis yang mampu menenangkannya.
***

Empat hari setelah hari itu. Di dalam ruang perawatan yang hampir serba putih. Aryan terbaring, masa kritisnya telah terlewati, meski dia belum siuman. Banyak bagian tubuhnya yang tebalut perban. Tangan kanannya diamputasi karena tulangnya telah remuk. Dokter mengatakan kemungkinan Aryan akan lumpuh karena tulang belakangnya mengalami cedera berat. Meski kondisi organ dalamnya baik, tapi shock yang dialaminya membuat kesadaran Aryan belum pulih. Truk itu hanya menabrak sepedanya meski begitu Aryan sempat terseret beberapa meter dan tangan kanannya terlindas ban truk tersebut.

Diluar ruangan itu Elda duduk sendirian. Dia bukan tak bisa masuk kedalam ruangan itu bersama ibu Aryan. Tapi melihat Aryan penuh luka, di infus, dan bercak darah di perbannya membuatnya semakin tak kuat. Terlintas di benaknya, "Mengapa bukan aku yang terbaring disitu". Tapi jika Elda yang terbaring, bukankah Aryan akan kehilangan senyumnya juga?.

Ibu Elda dan orang tua Aryan sudah lelah menasehati elda agar dia tidak perlu lagi mencemaskan Aryan. Tapi kecemasan itu belum hilang sebelum dia mendengar kata-kata dari Aryan. Elda ingin menjadi orang yang mengatakan semua akan baik-baik saja pada Aryan. Dan menjadi orang yang bisa berbuat sesuatu untuk Aryan. Seperti yang selalu Aryan lakukan pada dirinya.
***

Elda membayangkan cerita tentang Aryan. Dua tahun lalu saat dia baru saja memilih kejurusan di SMA. Dia mengenal Aryan terlebih dulu. Aryan adalah seorang yang ceria, dan salah satu anak yang prestasinya cemerlang. Elda sempat berpikir bahwa seseorang seperti Aryan yang selalu tampil di depan, akan masuk jurusan IPA seperti dirinya. Tapi Aryan lebih memilih jurusan IPS. Belakangan baru elda tahu bahwa Aryan tak ingin berpisah dengan Fikri dan jo anak-anak yang tergabung dalam seni musik.

Meski mereka telah saling mengenalpun elda masih acuh kepada Aryan. Dia tidak begitu menyukai Aryan yang lebih memilih seni musik daripada pendidikan yang menurutnya jauh lebih penting. Aryan terlihat seperti anak nakal karena berteman dengan fikri dan jo -yang memang terkenal anak paling usil- di SMA itu. Elda tahu gelagat Aryan memang tidak seperti temannya yang lain. Ada sesuatu pada Aryan yang membuat elda betah berbicara padanya. Lalu sikap heboh dan lucu Aryan selalu membuat elda tersenyum, berbeda dengan dirinya yan pendiam dan sedikit kaku. Elda memang kurang pandai bergaul.

Pernah suatu hari Aryan jatuh di dalam selokan di belakang sekolah karena elda tiba-tiba muncul karena ingin membuang sampah. Atau Aryan yang sering ketauhan melamun menatap dirinya saat elda sedang membaca buku, reaksi balik Aryan mampu membuat elda tersenyum. Pernah pula elda melihat Aryan berdiri didepan rumahnya tapi karena malu Aryan tak berani mengetuk pintu rumah Elda. Karena kelamaan Aryan kemudian lari terbirit-birit dikejar anjing tetangganya, elda yang mengintip dari jendela kamarnya tertawa lepas.

Meski begitu Aryan kadang kadang membuat elda terpukau, itu adalah saat Aryan dibawah hujan memayungi anak-anak kucing yang dibuang orang. Aryan tak menyadari ada siapapun karena saat itu sepi. Dari kejauhan elda melihat Aryan mengahapus air matanya. Dan yang membuat elda semakin kagum karena besoknya Aryan berkeliling sekolah menanyai apakah ada temannya yang ingin memelihara kucing. Elda tahu orang tua Aryan alergi kucing. Tapi itu elda tak heran karena Aryan sangat peduli pada siapapun, meskipun itu hanya binatang yang terbuang dipinggiran sungai.

Lalu elda sendiri menyadari tanda-tanda Aryan menyukai dirinya. Hanya saja elda ingin Aryan bertindak dewasa dengan menyatakan perasaannya terlebih dahulu. Elda sengaja menunda jawabannya karena ingin membalas penantian lama yang dilakukan dirinya. Dan saat mereka sudah saling jujur, mengapa ada kejadian ini.?

***

Lamunan elda buyar. Dokter mengatakan kalau Aryan sudah siuman. ayah Aryan yang ada diluar segera berlari dan bergabung bersama Ibu Aryan didalam ruangan itu. Elda tak lansung masuk, dia menghapus air mata bahagianya. Dia mempersiapkan diri sebelum bertemu Aryan. Dia menguatkan hati dan ingin memberi senyum leganya.
Elda masuk perlahan. Dia berdiri sesaat dari kejauhan. Menyadari hadirnya elda, Aryan menahan senyum untuk ibu dan ayahnya. Meski sesaat dia menatap mata elda tapi kemudian dia membuang tatapannya.

“nak, elda beberapa hari ini terus datang kesini. Dia sangat peduli padamu” ibu Aryan memulai pembicaraan. Tapi Aryan diam.
“ada apa nak?..” Tanya ibu Aryan yang menyadari sikap anaknya berubah, karena sebelumnya tadi Aryan mau berbicara.
“Ar, aku disini…” bujuk elda.
“pulanglah. Jangan temui aku lagi.” Jawab Aryan dingin meski pelan. Elda bergetar. Orang tua Aryan bingung.
“Aryan…” elda memanggilnya dengan menahan getarnya.
“aku tak mau lagi bertemu denganmu. Jangan kesini, keluar sana…” Aryan meninggikan suaranya. Elda berlari keluar. Dia menangis. Ibu Aryan mengejarnya.

Aryan merintih karena kepalanya sakit. Aryan ingin memegang dadanya-yang sakit bukan karena luka luar-. tapi tangan kanannya tak ada lagi, sementara tangan kirinya masih sakit untuk digerakkan.
Sementara elda yang sudah lega masih menangis di lengan ibu Aryan. Dia bingung, ada luka juga yang dirasakannya. Elda dan ibu Aryan menyusuri lorong rumah sakit yang tak tahu akan berkahir dimana.
Tak seorangpun yang tahu mengapa sikap Aryan menjadi dingin terhadap Elda. Tidak orang tuanya, sahabat kelasnya, bahkan fikri sekalipun yang sangat dekat dengannya. Elda mengkoreksi kesalahannya, apakah kata-kata terakhir sebelum berpisah yang membuat Aryan menjadi seperti ini. Elda bertanya kepada sahabat-sahabat yang telah menjenguk Aryan, mereka bilang tak ada yang berubah dari Aryan. Dia tetap ceria seperti Aryan yang dulu.

***

Bulan-bulan berganti, banyak sekali yang berubah. Kelopak bunga gugur lalu tergantikan, musim yang meradang mendekati april, lalu Aryan yang perlahan sembuh. Satu hal yang mungkin tak berubah adalah hati Elda yang masih diliputi awan bagai musim penghujan. Elda menjaga hati itu, hati yang baru pertama kali diketuk oleh rasa cinta.

Sore ini dirumah aryan, Fikri mendorong kursi roda Aryan ke teras depan rumah. Aryan tersenyum simpul dan membuat lelucon kekanakan tentang dirinya sendiri. Tapi fikri diam dan tak terpancing dengan lelucon Aryan, dia mengambil kursi teras lalu duduk disamping kursi roda Aryan. Wajahnya serius ingin berbicara.

“Aryan, aku pengen ngomong serius nih…” wajah fikri kaku, Aryan geli melihatnya.

“hahaha, kenapa fik?, nggak kayak kamu aja..” kata Aryan.

“sebelumnya aku nggak tega mau ngembahas ini, karena yang kamu alami skr dah terlalu berat dan aku nggak mau membebanimu lebih. Tapi…” fikri berhenti sejenak.

“tapi…???” Aryan mulai serius.

“tapi aku nggak tahan melihat sikpmu ke Elda. Aku tahu, kamu belum sembuh total. Tapi setidaknya Yan. Kasih tahu alasan mengapa kau begitu membeci Elda.” Fikri menatap serius Aryan. Aryan mengalihkan pandangannya.

“kita ganti topik yuk hehehee...” Aryan mencoba bercanda.

“kita teman dari SD Yan. Tapi nggak pernah aku ngerasa kamu kayak gini ama orang lain. Elda tuh sering nggak masuk sekolah karena sakit. Peringkatnya jatuh semester awal kemaren, dan kita bentar lagi ujian akhir. sedangkan dia masih aja terus mikirin kamu. Lagipula aku nggak tau mau jawab apa jika Elda nanyain kamu ke aku.” Fikri sebisa mungkin menjaga emosinya.

“kamu tahu kan Fik aku udah dikasih cuti oleh sekolah..?. Itu artinya aku nggak suka kamu cerita-cerita tentang ujianlah apalah. Trus..” tapi ucapan Aryan langsung dipotong fikri.

“YAN, tahu enggak tadi Elda nangis, Dan ini bukan pertama kali yan. Jarang aku melihat matanya memerah. Sahabat dia tuh hampir nggak ada. Baginya sekolah itu adalah bagian darinya. Dan tanpa kita terutama kamu, kau bisa bayangkan keadaannya. Cobalah ngerti dikit perasaannya.” Fikri berdiri karena kesalnya menjadi. Tapi Aryan malah tertawa.

“hahaha.. ngerti perasaan Elda?. Nggak nyangka kata-kata itu keluar dari mulut kamu Fik. Orang yang paling banyak pacar dan suka ngecewain cewek”. Aryan tersenyum sinis.

PRAAAKK. Fikri membanting Hape-nya. Berhamburan dibawah kaki Aryan.

“aku pikir kita sahabat dan kita saling mengenal. Kalau hanya itu arti aku bagi kamu, aku kecewa Yan.” Aryan terdiam melihat amarah fikri. kemudian Fikri berjalan keluar dari teras rumah Aryan. Tapi lalu dia berbalik dan berkata.

“satu lagi Yan. aku cuma mengencani cewek yang nakal dan matre. Itupun sekarang sudah tak kulakukan lagi. Itu karena aku melihatmu. Aku sadar hidup ini terlalu singkat untuk main-main. LAGIPULA Elda adalah gadis baik-baik. Dijauhi karena alasan yang tak pasti, rasanya SAKIT Yan. TRUS sebagai seorang manusia aku rasa kau belum kehilangan seluruh bagian tubuhmu. Setidaknya tadi aku berharap kau masih memiliki hati.” Fikri berlalu melewati pekarangan rumah Aryan berlalu meinggalkan Aryan yang dari tadi hanya tertunduk.

Bunga kamboja berayun tertiup angin pelan sore itu. Angin itu membawa haru. dia merangkak diatas permukaan ubin teras rumah Aryan. Terakhir angin itu hinggap diatas permukaan logam kursi roda yang ada di pojok teras itu. Diatas kursi roda itu seorang lelaki yang menyembunyikan perasaanya. Lelaki itu menggengam keras baju di dadanya. Tangan kirinya itu menepuk dada yang ngilunya telah merambat keseluruh tubuh. Tangis terlalu sederhana untuk mengungkapkan perasaan itu.

***

Mei datang begitu saja. Pagi itu cahaya matahari masih lembut. Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan sekolah SMA Aryan. Teman-teman sekelasnya dulu telah berkumpul sejak pagi. Hanya hari itu wajah-wajah mereka menggambarkan satu garis yang sama, kegelisahan.

Elda dan ayahnya mengisi bagian depan deretan kursi yang masih kosong. Elda terlihat berantakan, jelas sekali dia enggan berada disini. Sementara ayahnya tak tenang, Tak seperti biasanya dia selalu optimis dengan hasil ujian anaknya. Tapi karena sering dipanggil oleh guru karena nilai Elda yang selalu turun dia sangat cemas.

Geng kecil Fikri menguasai gerbang depan, disana mereka bisa melihat orang tua siapa saja yang datang. Walau sebenarnya fikri tak peduli dengan apapun yang sedang terjadi. Fikri hanya ingin segera hari ini berakhir, segera beranjak dari sekolah yang akhir-akhir ini memberikan beban dan kenangan tak menyenangkan baginya.

Namun perhatian Fikri teralihkan oleh sebuah mobil sedan. Dari dalamnya keluar lelaki dewasa kemudian membopong seorang pemuda. Decit kursi roda mendekati geng kecil Fikri. Ada wajah yang memasang senyum tipis kearah geng Fikri. beberapa teman Fikri termasuk dirinya sebenarnya ingin membalas senyum itu, tapi mereka hanya diam.

Ketika kursi roda itu telah mendekat lelaki dewasa itu berbalik lalu pergi memarkir mobil. Aryan menatap lembut teman-teman sekelasnya. Fikri yang menunduk tak bisa pergi karena Aryan tepat berada didepannya.

“aku mau meminta maaf, awalnya aku merasa agak minder sama kalian karena keadaanku begini. dan aku menjadi pecundang dengan marah-marah pada kalian. DAN karena aku tak ingin menjabat tangan kalian dengan tangan kiriku maka biar aku melakukan ini.” Aryan menarik sekuat tenaga roda sisi kiri kursi itu. Benda itu kehilangan keseimbangan lalu membuat aryan terjungkal kemudian terjatuh bebas ketanah.

Teman-temannya panik dan langsung membantu Aryan duduk keatas kursinya.
“apa apaan kau ini” kata kata ini senada dilontarkan teman-temannya. Jo, lelaki besar sahabatnya tak bisa menahan tangis melihat dagu aryan luka. Fikri pun sangat terharu. Walau belum berkata apapun.

“hehehehe.. Jika kalian sudah bicara apa artinya aku sudah dimaafkan?” celoteh aryan konyol. Beberapa temannya merangkul aryan. Fikri tersenyum tapi mengalihkan wajahnya kearah lain.

“Fik, aku tak bisa mengitung jumlah jahitan yang ada di kulitku. Tulang tangan ku telah dipotong. Kakiku mati rasa walau sekuat tenaga aku ingin berlari. Tapi kehilangan sahabatku jauh terasa lebih terasa sakit. Kumohon sahabat maafkan a..” belum selesai Aryan berbicara, Fikri telah merangkul dengan cepat pundak aryan.

“aku juga teman…” fikri tak mampu menahan rasa bahagia dan harunya. Sekumpulan anak perempuan melewati mereka. Anak-anak perempuan itu bingung. Mengapa anak lelaki yang biasanya menjadi preman SMA ini menjadi cengeng semua.

Mereka cekikikan lalu geng Fikri menyadari itu langsung mentertawakan hal ini bersama-sama.

“kawan-kawan, aku mau minta tolong. Anggap saja ini bantuan terakhir dari semangat dan kekuatan putih abu-abu yang kalian kenakan untuk terakhir kalinya” kata Aryan sambil tersenyum menantang.

“apa itu bos?” Tanya Jo yang penasaran, dia menyingsingkan lengan bajunya pertanda siap untuk apapun. Senyum aryan semakin melebar.

“buat, agar aku bisa berbicara berdua saja dengan Elda. Apapun yang terjadi. Kalian harus bisa mempertemukan kami berdua”. Kata Aryan seraya berbisik pelan.

Semua sahabat Aryan terkekeh. Bagi mereka itu adalah tugas mudah. Memutar balik duniapun mereka siap untuk seorang Aryan, sahabat mereka yang dari dulu selalu menolong mereka dalam keadaan apapun. Fikri menatap Aryan dengan lega, meski dia tak tahu apa yang akan dikatakan Aryan pada Elda nantinya. tak ada seorangpun yang tahu...

Aryan sendiri di sudut sekolah itu. Sahabatnya sedang berkumpul di pinggir ruang besar yang sedang mengumumkan kelulusan tahun ini. Kepala sekolah mereka sedang berpidato dan suaranya terdengar jelas oleh Aryan. Kata-kata beliau sungguh membuat Aryan ingin bergabung bersama temannya. Kemudian dengan berakhirnya pidato seluruh siswa yang berkumpul gelisah tadi bersorak sorai. Ternyata tahun ini tingkat kelulusan SMA itu kembali seratus persen.

Para siswa tadi berhamburan ketengah lapangan. Sebagian dari mereka merayakannya dengan kegembiraan yang biasa, walau ada yang sedikit berlebihan. Aryan pun juga ikut tersenyum melihat geng-nya melompat-lompat girang. Jo melakukan sujud syukur di dekat tiang bendera, itu dulu adalah tempat dia menjalani “hukuman dijemur”-nya, hampir setiap hari. Tapi geng Fikri tak lupa dengan janji mereka pada Aryan. Mereka tetap berjaga menunggu Elda.

Para orangtua siswa berjalan keluar ruangan dengan langkah yang ringan. Kecuali ayah Elda dengan wajah marahnya. Beliau berjalan dengan cepat dan tanpa mempedulikan orangtua yang lainnya. Elda yang dari tadi menunggu di pojok lain sekolah itu, didekati ayahnya. Terlihat ayahnya marah-marah memegang kertas hasil kelulusan dan nilai Elda. Kertas itu dilemparnya ke wajah Elda, kemudian beliau berbalik meninggalkan Elda. Aryan dari kejauhan tak bisa melihat jelas ekspresi wajah Elda.

Fikri memberi aba-aba kepada temannya. Mencegah Elda mengikuti ayahnya dan mengajaknya kearah Aryan. Elda bingung apa yang di-inginkan Fikri. Dia sebenarnya ingin menolak ajakan itu, tapi tenaganya untuk ber-argumen telah habis. Aryan mempersiapkan dirinya, dia menarik nafas panjang lalu menghembusnya perlahan..

***

Elda terhenti karena dia melihat Aryan. Fikri meyakinkan Elda, meski Elda terlihat menggelengkan kepalanya. Fikri terpaksa memegang pergelangan tangan Elda dan menariknya pelan, Elda terlihat enggan. Tapi langkahnya terus berjalan mendekati Aryan. Hingga kini Aryan dan Elda berhadapan, Fikri melepaskan genggamannya dan pergi meninggalkan mereka berdua. Tapi tanpa disadari Aryan dan Elda, Fikri berhenti di samping dinding luar. Fikri ingin mendengarkan percakapan mereka, dia tak mampu menahan rasa penasarannya.

“ada apa Yan?” Elda berusaha mengendalikan nafas dan perasaannya.

“aku mau ngomong bentar ma kamu, nggak bakal lama kok” Aryan tersenyum.

“aku tahu, karena itu langsung aja” kata Elda ketus.

“ya.. ya.. Kamu memang berhak marah padaku El. Bahkan aku berharap kamu bisa membenci aku lebih dari ini. Tapi coba dengar dulu, aku tak pernah marah pada apapun yang pernah kau lakukan. Tak usah kau merasa bersalah, jangan sia-siakan waktumu memikirkan aku.” Aryan mencoba tersenyum lagi, tapi gagal. Dadanya bergemuruh hebat, keringat dinginnya keluar dan dia ingin memaki dirinya sendiri. Aryan masih sangat menyayangi Elda.

Reaksi Elda hanya diam. Dia menundukkan wajahnya dan tak mampu menatap wajah Aryan. Karena melihat reaksi Elda hanya begitu, Aryan menambahkan kata-kata pahitnya.

“pergilah El, aku yang sekarang sudah jauh berbeda.” Kata aryan gemetar. Elda mengangkat wajahnya dan menatap Aryan. Matanya sudah berlinang.

“kau memanggilku hanya untuk mengatakan ini?. kau tak berubah Yan, kau masih belum bisa berbohong dengan baik. SEKARANG AKU MAU KAMU JUJUR, apa mau mu sebenarnya?. apa sayangmu masih a..” kata Elda, tapi Aryan langsung memotongnya.

“DIAAAM!!” teriak Aryan, Elda tersentak. “Aku tau kemaren-kemaren kau masih memikirkan aku El, karena itu aku hanya ingin kamu nggak sedih lagi. Sekarang kau sudah lulus dan kau akan merantau untuk melanjutkan sekolahmu. PERGILAH…El”. Aryan sekuat tenaga menahan tangisnya. Dia tak bisa mendengar kata-kata Elda lebih dari ini.

“Gitu ya?... itu rasa yang kau rasakan? kenapa kau nggak mau jujur Yan? aku nggak lulus Yan... seratus persen kata kepala sekolah hanya kebohongan. SEKARANG, BIAR AKU YANG JUJUR, aku ingin selalu dekat kamu, Yan” Elda tak mampu menahan air matanya, dia menangis. Aryan tertegun dan semakin serba salah. Fikri yang dari tadi mendengarkan ikut terkejut.

“Elda... kau... makin membuatku kecewa. LIHAT AKU EL... Sekarang aku hanya pemuda cacat. Aku ini tak berguna. SUDAH berat aku menerima kenyataan bahwa aku tak bisa lagi membantu temanku. Tak bisa berlari dan bermain musik bersama mereka. Sekarang kau membuatku lebih terbebani.” Aryan terisak. Elda mendekati Aryan.

“Kemungkinan aku bisa jalan lagi hampir nggak ada. LALU KAU MASIH INGIN DI SISIKU?. Kau tahu impianmu adalah menjadi wanita karir yang sempurna, dan tak malukah kau memilih lelaki cacat seperti aku ini?. Kita masih muda El. Ku mohon El, jangan tambah derita ini...” tangis aryan memecah sunyi lorong itu.

Elda mendekati Aryan yang terus menghapus air matanya. Lalu Elda merangkul Aryan erat, dan menangis dibahunya. Aryan tak bisa membohongi tubuhnya, dia ingin sekali saja memeluk elda. “cukup Yan, cukup...aku dah ngerti...nggak usah bicara lagi..” Elda menenangkan Aryan.

Mereka berdua melepas gelisah dalam peluk yang sederhana. Mereka berbicara dengan kata bisu tanpa suara. Dengan peluknya Elda menyatakan bahwa dia menerima Aryan apa adanya, “tenanglah aryan”. Dan dengan peluknya Aryan menyatakan terima kasihnya. Mereka berdua menyadari ini adalah cinta. Sebuah rasa yang tak mengenal usia bahkan kecacatan yang dimiliki seseorang sekalipun.

Fikri menyandarkan punggungnya ke dinding. Dia terhenyak, inikah alasan mengapa sikap Aryan berubah?. Mengapa dia sempat marah pada Aryan?. Bukankah perasaan Aryan memang selalu lembut selama ini?. Fikri menggigit kuku jarinya. Dia menahan rasa bersalah yang besar pada sahabatnya itu.

Tapi kemudian Fikri tersentak kaget kembali. Ayah elda datang kearah mereka dengan cepat. Tampaknya Jo dan teman-teman yang lain gagal menahan ayah Elda di parkiran. Fikri panik dan putus asa karena ayah Elda telah melihat Elda dan Aryan. Fikri mencoba menghalangi dan mencoba menjelaskannya. Tapi ayah Elda tak peduli dan mendorong tubuh Fikri. Mata ayah Elda memerah menahan amarah.

“DISINI KAU RUPANYA ELDA...” suara ayahnya menggelegar. Elda dan Aryan melepas pelukan mereka. Wajah mereka kaget. Ini adalah situasi yang tidak mereka perkirakan...
Jo dan teman-temannya dihukum. Mereka terlalu membuat onar di parkiran. Lagipula hanya geng mereka yang melakukan corat coret di baju dan diparkiran dekat mobil ayah elda. Sebenarnya guru tak dapat berbuat apa-apa. Tapi geng kecil itu lupa bahwa orang tua mereka juga ada disekolah ini. Ayah Jo yang seorang tentara dan badannya jauh lebih besar menampar Jo yang sudah seperti kerasukan. Sebagian dari mereka di jewer ibunya dan ditarik pulang kerumah.

Adik kelas mereka cekikikan melihat akhir yang tragis dari geng SMA yang dulunya garang itu. Tapi tak ada sedikitpun cemberut di wajah para anggota geng XII IPS itu. Mereka tersenyum bangga karena telah melakukan yang terbaik hingga akhir demi persahabatan. Hanya Jo yang bersedih. Dia merasa gagal, karena ini adalah strategi konyol miliknya. Dia hanya bisa menahan ayah Elda agar lupa dengan Elda selama 10 menit.

***

Siang itu perlahan menjadi dingin. Langit yang dari tadi redup ternyata memang ingin menumpahkan airnya. Tapi keadaan di tepi sekolah itu masih panas. Pak Dirta, ayah Elda benar-benar sedang marah besar. Baginya hari ini Elda telah dua kali mencoreng wajahnya, memalukan sekali.

“kau pasti anak yang bernama Aryan Hisbullah” pak Dirta menatap Aryan penuh emosi. Tapi hati kecilnya luluh melihat keadaan Aryan. Niat memukul aryan di pendamnya dalam.

“ya, pak. Maafkan aku tidak memperkenalkan diri sebelumnya” Aryan mencoba santai.

“Aryan, aku harap hari ini adalah hari terakhir kau bertemu dengan Elda... Walaupun Elda besok akan segera aku titipkan pada bibinya di Jakarta, tapi bapak mau kau nggak menghubunginya lagi. Ayo pulang Elda.” Kata pak Dirta dengan tatapan tajam kearah Aryan.

Elda baru tahu dia akan berangkat besok. Kesedihan baru merayap ditubuhnya. Tak sanggup dia bergerak selangkahpun dari sisi Aryan. Tapi pak Dirta mendekat dan menyeretnya menjauhi Aryan.

Aryan yang sejak awal mempersiapkan diri untuk berpisah, kini menjadi tak sanggup. Kesedihan di hati Aryan semakin meluap saat elda semakin jauh ditarik pak Dirta. Aryan memang tak bisa memutar kursi roda karena tangan-nya hanya satu. Karena itu dia terjatuh lagi seperti dihadapan temannya. Hanya kali ini dia berusaha sekuat mungkin merangkak mengejar Elda yang tak mau menoleh lagi.

“ELDAAAA, dengar suaraku... kita bakal bertemu lagi nanti. Karena itu kau jangan bersedih...” Aryan berteriak karena elda semakin menjauh. Elda dan ayahnya menoleh, tangis Elda semakin menjadi melihat Aryan yang terbaring Diatas tanah. Pak Dirta semakin mempercepat langkahnya. Fikri yang tadi terjatuh didorong pak dirta kini berlari membantu aryan berdiri.

“makasih, Fik...” Aryan masih tersedu. Fikri menepuk pundak Aryan.

“aku mendengarnya yan. Mungkin dari sini suara Elda tak terdengar. Tapi tadi aku mendengarnya. Kita pasti bertemu, aku akan selalu untukmu itulah yang kudengar dari Elda. Kau juga jangan bersedih teman. Ini bukan akhir. . .percaya deh..” Fikri menghibur Aryan. Aryan pun menghapus air matanya.

Kini giliran langit yang menumpahkan airnya. membasahi bumi yang penuh cerita. Lalu cerita itu akan tumbuh besar, meski membutuhkan waktu untuk menunggu cerita itu dewasa. Lalu cerita yang rimbun itu melahirkan cerita baru di pucuk-pucuknya. Bertahun-tahun lamanya untuk cerita itu mencerna air hujan dari langit ini.
***

TUJUH TAHUN KEMUDIAN.

Jakarta menjelang malam. Di dalam sebuah kendaraan besar seperti bis. Enam orang pemuda duduk berpisah-pisah. Lalu salah satunya berdiri mendekati pemuda yang termenung memandangi awan sore. Pemuda yang berdiri itu menepuk pundak sahabatnya yang termenung itu.

“gimana? Masih mau keliling sekali lagi?” Fikri membuyarkan lamunan Aryan.

“udah Fik, kita ke bandara aja. Kasian dengan Jo dan kawan yang lain, mereka lelah.” Aryan menjawab dengan tersenyum.

“tapi di Surabaya kita Cuma ke ngisi acara di radio. Mereka itu emang tukang tidur. hehehe” kata Fikri sambil terkekeh.

“hehehe, tapi Fik entah kenapa, hari ini aku pengen pulang aja.” Kata Aryan.

“ya udah, terserah deh. Toh bulan depan Kita ada konser disini. Emang sih, satu-satunya yang kita punya adalah sekarang dia menjadi dokter. Tapi aku yakin banget, jakarta ini nggak seluas kata orang kok. hehehe. ” Fikri tersenyum memberi semangat untuk Aryan. Lalu Fikri kembali ke tempat duduknya. Aryan melanjutkan lamunannya. Dan kendaraan mereka melaju menuju bandara.

***

Rombongan aryan masih sempat mengejar jadwal pesawat terakhir. Tapi mereka harus menunggu dua jam lagi karena hari baru jam 6 sore. Mereka meletakkan barang-barangnya diruang tunggu. Sementara sahabat aryan berpisah-pisah karena sebagian ingin melaksanakan ibadah maghrib. Aryan tak lansung menuju mushola. Dia penasaran dengan seseorang yang baru saja masuk keruang tunggu sama dengannya.

Dengan langkah yang terseret, karena menggunakan tongkat, Aryan mendekatinya. Wanita itu mengenakan jaket putih, baju kemeja biru, dan dia mengenakan rok panjang. Rambut wanita itu di ikat dan wajahnya membuat dada aryan bergetar seperti dulu. Langkah aryan semakin di percepatnya. Tapi terhenti kembali.

Seorang bayi ada dipelukannya. Aryan mengatur nafasnya, mengatur emosinya, menghilangkan rasa sedih yang mulai memakan hatinya. Aryan tetap berjalan mendekat, hanya saja dengan perlahan. Elda yang tadi memperhatikan bayi itu kini menatap lelaki yang berjalan perlahan mendekatinya. Wajah lelaki itupun sangat dikenal elda. Elda segera berdiri.

“Ar..yan..” Elda tak percaya.

“hai, El...” Aryan membalasnya dengan senyum.

“kau..” Elda takjub melihat aryan yang sudah bisa berjalan.

“hehehe. Aku berjalan berkat terapi berat lho.” Aryan bingung ingin berkata apa. Hati Aryan kalut karena bahagia dan gundah bercampur aduk. Sementara mata elda mulai berkaca-kaca. Mereka diam sesaat sampai keheningan mereka buyar karena suara seorang lelaki.

“El. teman mu?...” kata lelaki yang terlihat lebih tua dari Aryan itu.

“iya mas, ini Aryan.” Kata Elda bergetar.

“Aryan yang kau ceritakan itu???, wah ini kejutan, kami baru saja mau ke kota tempatmu tinggal” Lelaki itu tersenyum sambil meraih tangan kiri Aryan. Aryan membalas dengan senyum seadanya.

“ups lupa, kenalkan, namaku Desta, aku sepupu Elda. trus emm, nah wanita itu yang sedang berjalan kemari adalah istriku, Lili.” Lanjut Desta.

Sesaat Aryan binggung. Ternyata Ini bukan suaminya? Begitu pikir Aryan.

Bayi yang ada dipelukan Elda menangis. Lalu Lili mempercepat langkahnya dan mengambil bayi yang menangis itu. Bayi itu adalah keponakan Elda. Aryan menghembuskan nafas panjang tanda dia lega. Yang ada dihatinya kini hanyalah bahagia. Elda tampaknya mengerti arti keluhan itu tapi dia sengaja bertanya. Dan Aryan dengan polos mengakui asumsinya yang keliru itu dan mereka tertawa bersama.

Aryan kemudian mendekati Elda. Dan masih seperti dulu mereka tidak perlu mengucapkan apapun jika berdekatan. Denyut nadi terasa berdetak bersahutan. Bahagia yang meluap membuat senyum yang terulas menjadi indah tak terperi. Lalu senyum itu akan kembali menjadi rangkuman cerita panjang. Cerita yang mengatakan bahwa mereka akan bahagia hingga senja usia dunia.

SAAT CINTA BERKATA
Narayan gelisah di atas tempat tidurnya. matanya terpejam tapi dia belum tertidur sama sekali.
kadan kadang dia menghela nafas panjang, karena pikirannya sudah terfokus untuk esok hari.
apapun yang akan terjadi besok disekolah adalah hal yang baru untuknya.
---
Tiga hari yang lalu saat sepulang sekolah, di samping kelas XII IPS 2.
Narayan menyatakan cinta.
cinta polos pertamanya kepada Elda.
Tak tergambarkan bagaimana keadaan Narayan hari itu.
Dia biasa berlari pagi sejauh Lima kilometer, tapi tak pernah sulit bernafas seperti ini.
badannya gemetar dan begitupun suaranya.
padahal dia sering mewakili kelasnya berpidato di depan anggota osis, dewan guru dan wali murid yang jumlahnya ratusan.
meski sudah mempersiapkan diri hampir setahun, semuanya terlihat kacau.
dan reaksi balik dari Elda membuatnya hampir pingsan ditempat.
Elda sangat tenang berbeda dengan Aryan.
Elda memeluk buku di tangannya, dan memasang senyum termanis.
sebelum berkata apapun dia menatap lembut mata aryan beberapa menit.
Dan menit-menit yang hening itu merupakan detik-detik terlama untuk aryan.

"Aryan..." elda memulai kalimatnya. aryan hampir terjengkang karena lemas.
"ya...El," jawabnya sok tenang, meski tangannya dari tadi keringat dingin.
"aku perlu berpikir...beri aku tiga hari..." Elda memberikan senyumnya lagi.
"baiklah..." Lalu aryan pulang dengan mengutuk dirinya sendiri.

Dalam perjalanan pulang hari itu kata-kata Fikri menghantui kepalanya.
Fikri adalah teman baik Aryan, dan sekaligus lelaki yang amat beruntung di mata aryan.
pacar dan mantan Fikri banyak. berbanding terbalik dengan aryan yang baru jatuh cinta dua tahun terakhir.
dan karena itulah Fikri adalah guru besar Aryan selama dua tahun terakhir.
"Woi kawan, jika nanti dia minta waktu buat berpikir, kau berilah dia waktu. Tapi pulanglah dengan lapang dada jangan terlalu mengaharap lagi.
karena itu artinya kau telah ditolak kawan."
"kok bisa?" tanya aryan polos.
"menurut gurumu ini, wanita itu suka membuat orang yang menyukainya menderita dulu, hahaha"
lalu Fikri menutup pelajaran hari itu, meninggalkan bon bakso dan es teh seperti biasanya kepada aryan.

Dan pendapat fikri ternyata benar.
hampir dua tahun aryan menunjukkan tanda-tanda dia suka kepada elda.
Hampir satu tahun dia belajar mencari momen dan kata-kata yang pas untuk mengungkapkannya.
setelah hampir jatuh karena gugup masih saja wanita pujaannya menunggu 3 hari untuk melengkapi penderitaannya.
dan menurut fikri jawaban yang akan diberikan elda 3 hari nanti hanyalah satu kata "tidak".
wanita ternyata kadang-kadang bisa juga menjadi kejam.
----

Hari ini Aryan datang terlambat. dia bangun kesiangan karena semalam jam empat pagi baru tertidur. itupun bukan tidur yang dia inginkan.
bisa dikatakan aryan pingsan karena kelelahan. karena tiba-tiba saja dia jatuh tertidur dilantai saat sedang merapikan sprei kasurnya yang berantakan karena dia terlalu kasak-kusuk.

Langkahkahnya goyah, dan wajahnya pucat seharian.
pelajaran apa saja yang dia ajarkan gurunya sama sekali tak masuk dikepalanya.
padahal Fikri sudah mencoba sekuat cara menghiburnya.
fikri membuat lelucon terus menerus.
lalu menuliskan nomor hp cewek jomblo nan cantik di buku catatan aryan.
aryan bergeming.

"Tenang dong, siapa tau kau diterimanya." goda fikri.
Senyum aryan mengembang, lalu dia mencerna kembali kata-kata fikri "siapa tahu?"...
itu artinya 50-50...
kebalikan dari diterima adalah..."DITOLAK".... senyum aryan yang tadi sekejap berubah rata.

Bel terakhir berbunyi, lautan putih abu-abu berhamburan pulang.
aryan berjalan pelan menuju tempat penembakan kemarin.
disana Elda sudah berdiri menunggu dan dia memberikan senyum termanis seperti biasanya.

"Hai, el..." sapa aryan lemah.
"aryan... kamu kok keliatan sakit?" elda menatap wajah aryan dari dekat.
"emh, kemaren lupa makan" jawab aryan malas.
"ugh, jangan gitu dong..." elda menyadari dia berdiri terlalu dekat dengan aryan. aryan pun ikut mundur.
"tentang kemarin..." aryan dan elda ngomong bersamaan. lalu mereka tertawa kecil.
"aku nggak bisa yan..." jawab elda pelan. Aryan hampir rubuh meski telah matang mempersiapkan diri.
"ya...aku ngerti" jawab aryan cepat.
"ngerti?" tanya Elda menggoda.
"yah, aku juga dah siap kok apapun jawaban kamu... meski sakit" kata aryan memegang dadanya.
elda langsung memegang tangan itu. aryan yang tertunduk menatap wajah elda dengan sisa tenaganya.
"aku kan belum selesai ngomong. aku nggak bisa yan, nggak bisa nolak kamu" Elda tersenyum dan menenangkan tangan aryan yang dingin.
Aryan hampir menangis karena bahagia, inilah rasa bahagia yang tak pernah dirasakannya.
mereka berdua berpegangan tangan dalam waktu yang lama.
dan saat berpisah dijalanan mereka mengucapkan janji-janji manis untuk esok.
saat kejauhan pun mereka masih saling menoleh dan saling tersenyum.

Lalu hari ini aryan pulang dengan perasaan bahagia.
meski tubuhnya semakin lemah karna sakit, tapi sepeda itu mampu di pacunya secepat mungkin.
di dalam pikirannya tak mampu di lepasnya bayang senyum Elda.
dia memejamkan matanya sesaat untuk mengingat kembali saat-saat tadi.
dan tanpa sadar sebuah truk yang remnya rusak mendekatinya dari arah belakang.
suara klakson mobil itu meraung-raung, tapi aryan dan sepedanya terlalu berada di pertengahan jalan.

lalu disana yang terdengar hanya bunyi dentuman yang kencang, di sambut pekik histeris warga yang ada disekitarnya...

Berita adalah hal yang sangat cepat menyebar. Terutama di kota kecil seperti tempat tinggal Aryan dan Elda. Hanya butuh beberapa menit berita kecelakaan Aryan sampai kepada Elda. Elda saat itu baru saja mengganti seragam sekolahnya, saat telpon rumahnya berdering. Dan berita yang didengar elda membuat dirinya jatuh, dan tak mampu berkata apapun.

“El, ini fikri. aku nggak mau bikin kamu panik. Tapi Aryan baru aja kecelakaan. Sekarang dia dibawa kerumah sakit umum. Aku telah disini bersama orang tuanya. Aryan masih di UGD. Saat ini dia kritis. Mohon doa-nya El” begitulah kira-kira kalimat yang didengarnya dari balik gagang telpon yang kini menggantung. Elda tak sempat meletakkanya kembali, dia sangat terkejut dan tak mampu menjawab kata-kata Fikri.

Beberapa saat setelah dia diam, Elda keluar rumah dan segera menuju rumah sakit umum itu. Tanpa persiapan, tanpa minta izin orang tuanya, emosinya yang selalu bisa dikendalikan kini bergejolak. Pikirannya kini tertuju pada kondisi Aryan, apa yang akan terjadi pada Aryan? Tak ada satu jawaban logis yang mampu menenangkannya.
***

Empat hari setelah hari itu. Di dalam ruang perawatan yang hampir serba putih. Aryan terbaring, masa kritisnya telah terlewati, meski dia belum siuman. Banyak bagian tubuhnya yang tebalut perban. Tangan kanannya diamputasi karena tulangnya telah remuk. Dokter mengatakan kemungkinan Aryan akan lumpuh karena tulang belakangnya mengalami cedera berat. Meski kondisi organ dalamnya baik, tapi shock yang dialaminya membuat kesadaran Aryan belum pulih. Truk itu hanya menabrak sepedanya meski begitu Aryan sempat terseret beberapa meter dan tangan kanannya terlindas ban truk tersebut.

Diluar ruangan itu Elda duduk sendirian. Dia bukan tak bisa masuk kedalam ruangan itu bersama ibu Aryan. Tapi melihat Aryan penuh luka, di infus, dan bercak darah di perbannya membuatnya semakin tak kuat. Terlintas di benaknya, "Mengapa bukan aku yang terbaring disitu". Tapi jika Elda yang terbaring, bukankah Aryan akan kehilangan senyumnya juga?.

Ibu Elda dan orang tua Aryan sudah lelah menasehati elda agar dia tidak perlu lagi mencemaskan Aryan. Tapi kecemasan itu belum hilang sebelum dia mendengar kata-kata dari Aryan. Elda ingin menjadi orang yang mengatakan semua akan baik-baik saja pada Aryan. Dan menjadi orang yang bisa berbuat sesuatu untuk Aryan. Seperti yang selalu Aryan lakukan pada dirinya.
***

Elda membayangkan cerita tentang Aryan. Dua tahun lalu saat dia baru saja memilih kejurusan di SMA. Dia mengenal Aryan terlebih dulu. Aryan adalah seorang yang ceria, dan salah satu anak yang prestasinya cemerlang. Elda sempat berpikir bahwa seseorang seperti Aryan yang selalu tampil di depan, akan masuk jurusan IPA seperti dirinya. Tapi Aryan lebih memilih jurusan IPS. Belakangan baru elda tahu bahwa Aryan tak ingin berpisah dengan Fikri dan jo anak-anak yang tergabung dalam seni musik.

Meski mereka telah saling mengenalpun elda masih acuh kepada Aryan. Dia tidak begitu menyukai Aryan yang lebih memilih seni musik daripada pendidikan yang menurutnya jauh lebih penting. Aryan terlihat seperti anak nakal karena berteman dengan fikri dan jo -yang memang terkenal anak paling usil- di SMA itu. Elda tahu gelagat Aryan memang tidak seperti temannya yang lain. Ada sesuatu pada Aryan yang membuat elda betah berbicara padanya. Lalu sikap heboh dan lucu Aryan selalu membuat elda tersenyum, berbeda dengan dirinya yan pendiam dan sedikit kaku. Elda memang kurang pandai bergaul.

Pernah suatu hari Aryan jatuh di dalam selokan di belakang sekolah karena elda tiba-tiba muncul karena ingin membuang sampah. Atau Aryan yang sering ketauhan melamun menatap dirinya saat elda sedang membaca buku, reaksi balik Aryan mampu membuat elda tersenyum. Pernah pula elda melihat Aryan berdiri didepan rumahnya tapi karena malu Aryan tak berani mengetuk pintu rumah Elda. Karena kelamaan Aryan kemudian lari terbirit-birit dikejar anjing tetangganya, elda yang mengintip dari jendela kamarnya tertawa lepas.

Meski begitu Aryan kadang kadang membuat elda terpukau, itu adalah saat Aryan dibawah hujan memayungi anak-anak kucing yang dibuang orang. Aryan tak menyadari ada siapapun karena saat itu sepi. Dari kejauhan elda melihat Aryan mengahapus air matanya. Dan yang membuat elda semakin kagum karena besoknya Aryan berkeliling sekolah menanyai apakah ada temannya yang ingin memelihara kucing. Elda tahu orang tua Aryan alergi kucing. Tapi itu elda tak heran karena Aryan sangat peduli pada siapapun, meskipun itu hanya binatang yang terbuang dipinggiran sungai.

Lalu elda sendiri menyadari tanda-tanda Aryan menyukai dirinya. Hanya saja elda ingin Aryan bertindak dewasa dengan menyatakan perasaannya terlebih dahulu. Elda sengaja menunda jawabannya karena ingin membalas penantian lama yang dilakukan dirinya. Dan saat mereka sudah saling jujur, mengapa ada kejadian ini.?

***

Lamunan elda buyar. Dokter mengatakan kalau Aryan sudah siuman. ayah Aryan yang ada diluar segera berlari dan bergabung bersama Ibu Aryan didalam ruangan itu. Elda tak lansung masuk, dia menghapus air mata bahagianya. Dia mempersiapkan diri sebelum bertemu Aryan. Dia menguatkan hati dan ingin memberi senyum leganya.
Elda masuk perlahan. Dia berdiri sesaat dari kejauhan. Menyadari hadirnya elda, Aryan menahan senyum untuk ibu dan ayahnya. Meski sesaat dia menatap mata elda tapi kemudian dia membuang tatapannya.

“nak, elda beberapa hari ini terus datang kesini. Dia sangat peduli padamu” ibu Aryan memulai pembicaraan. Tapi Aryan diam.
“ada apa nak?..” Tanya ibu Aryan yang menyadari sikap anaknya berubah, karena sebelumnya tadi Aryan mau berbicara.
“Ar, aku disini…” bujuk elda.
“pulanglah. Jangan temui aku lagi.” Jawab Aryan dingin meski pelan. Elda bergetar. Orang tua Aryan bingung.
“Aryan…” elda memanggilnya dengan menahan getarnya.
“aku tak mau lagi bertemu denganmu. Jangan kesini, keluar sana…” Aryan meninggikan suaranya. Elda berlari keluar. Dia menangis. Ibu Aryan mengejarnya.

Aryan merintih karena kepalanya sakit. Aryan ingin memegang dadanya-yang sakit bukan karena luka luar-. tapi tangan kanannya tak ada lagi, sementara tangan kirinya masih sakit untuk digerakkan.
Sementara elda yang sudah lega masih menangis di lengan ibu Aryan. Dia bingung, ada luka juga yang dirasakannya. Elda dan ibu Aryan menyusuri lorong rumah sakit yang tak tahu akan berkahir dimana.
Tak seorangpun yang tahu mengapa sikap Aryan menjadi dingin terhadap Elda. Tidak orang tuanya, sahabat kelasnya, bahkan fikri sekalipun yang sangat dekat dengannya. Elda mengkoreksi kesalahannya, apakah kata-kata terakhir sebelum berpisah yang membuat Aryan menjadi seperti ini. Elda bertanya kepada sahabat-sahabat yang telah menjenguk Aryan, mereka bilang tak ada yang berubah dari Aryan. Dia tetap ceria seperti Aryan yang dulu.

***

Bulan-bulan berganti, banyak sekali yang berubah. Kelopak bunga gugur lalu tergantikan, musim yang meradang mendekati april, lalu Aryan yang perlahan sembuh. Satu hal yang mungkin tak berubah adalah hati Elda yang masih diliputi awan bagai musim penghujan. Elda menjaga hati itu, hati yang baru pertama kali diketuk oleh rasa cinta.

Sore ini dirumah aryan, Fikri mendorong kursi roda Aryan ke teras depan rumah. Aryan tersenyum simpul dan membuat lelucon kekanakan tentang dirinya sendiri. Tapi fikri diam dan tak terpancing dengan lelucon Aryan, dia mengambil kursi teras lalu duduk disamping kursi roda Aryan. Wajahnya serius ingin berbicara.

“Aryan, aku pengen ngomong serius nih…” wajah fikri kaku, Aryan geli melihatnya.

“hahaha, kenapa fik?, nggak kayak kamu aja..” kata Aryan.

“sebelumnya aku nggak tega mau ngembahas ini, karena yang kamu alami skr dah terlalu berat dan aku nggak mau membebanimu lebih. Tapi…” fikri berhenti sejenak.

“tapi…???” Aryan mulai serius.

“tapi aku nggak tahan melihat sikpmu ke Elda. Aku tahu, kamu belum sembuh total. Tapi setidaknya Yan. Kasih tahu alasan mengapa kau begitu membeci Elda.” Fikri menatap serius Aryan. Aryan mengalihkan pandangannya.

“kita ganti topik yuk hehehee...” Aryan mencoba bercanda.

“kita teman dari SD Yan. Tapi nggak pernah aku ngerasa kamu kayak gini ama orang lain. Elda tuh sering nggak masuk sekolah karena sakit. Peringkatnya jatuh semester awal kemaren, dan kita bentar lagi ujian akhir. sedangkan dia masih aja terus mikirin kamu. Lagipula aku nggak tau mau jawab apa jika Elda nanyain kamu ke aku.” Fikri sebisa mungkin menjaga emosinya.

“kamu tahu kan Fik aku udah dikasih cuti oleh sekolah..?. Itu artinya aku nggak suka kamu cerita-cerita tentang ujianlah apalah. Trus..” tapi ucapan Aryan langsung dipotong fikri.

“YAN, tahu enggak tadi Elda nangis, Dan ini bukan pertama kali yan. Jarang aku melihat matanya memerah. Sahabat dia tuh hampir nggak ada. Baginya sekolah itu adalah bagian darinya. Dan tanpa kita terutama kamu, kau bisa bayangkan keadaannya. Cobalah ngerti dikit perasaannya.” Fikri berdiri karena kesalnya menjadi. Tapi Aryan malah tertawa.

“hahaha.. ngerti perasaan Elda?. Nggak nyangka kata-kata itu keluar dari mulut kamu Fik. Orang yang paling banyak pacar dan suka ngecewain cewek”. Aryan tersenyum sinis.

PRAAAKK. Fikri membanting Hape-nya. Berhamburan dibawah kaki Aryan.

“aku pikir kita sahabat dan kita saling mengenal. Kalau hanya itu arti aku bagi kamu, aku kecewa Yan.” Aryan terdiam melihat amarah fikri. kemudian Fikri berjalan keluar dari teras rumah Aryan. Tapi lalu dia berbalik dan berkata.

“satu lagi Yan. aku cuma mengencani cewek yang nakal dan matre. Itupun sekarang sudah tak kulakukan lagi. Itu karena aku melihatmu. Aku sadar hidup ini terlalu singkat untuk main-main. LAGIPULA Elda adalah gadis baik-baik. Dijauhi karena alasan yang tak pasti, rasanya SAKIT Yan. TRUS sebagai seorang manusia aku rasa kau belum kehilangan seluruh bagian tubuhmu. Setidaknya tadi aku berharap kau masih memiliki hati.” Fikri berlalu melewati pekarangan rumah Aryan berlalu meinggalkan Aryan yang dari tadi hanya tertunduk.

Bunga kamboja berayun tertiup angin pelan sore itu. Angin itu membawa haru. dia merangkak diatas permukaan ubin teras rumah Aryan. Terakhir angin itu hinggap diatas permukaan logam kursi roda yang ada di pojok teras itu. Diatas kursi roda itu seorang lelaki yang menyembunyikan perasaanya. Lelaki itu menggengam keras baju di dadanya. Tangan kirinya itu menepuk dada yang ngilunya telah merambat keseluruh tubuh. Tangis terlalu sederhana untuk mengungkapkan perasaan itu.

***

Mei datang begitu saja. Pagi itu cahaya matahari masih lembut. Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan sekolah SMA Aryan. Teman-teman sekelasnya dulu telah berkumpul sejak pagi. Hanya hari itu wajah-wajah mereka menggambarkan satu garis yang sama, kegelisahan.

Elda dan ayahnya mengisi bagian depan deretan kursi yang masih kosong. Elda terlihat berantakan, jelas sekali dia enggan berada disini. Sementara ayahnya tak tenang, Tak seperti biasanya dia selalu optimis dengan hasil ujian anaknya. Tapi karena sering dipanggil oleh guru karena nilai Elda yang selalu turun dia sangat cemas.

Geng kecil Fikri menguasai gerbang depan, disana mereka bisa melihat orang tua siapa saja yang datang. Walau sebenarnya fikri tak peduli dengan apapun yang sedang terjadi. Fikri hanya ingin segera hari ini berakhir, segera beranjak dari sekolah yang akhir-akhir ini memberikan beban dan kenangan tak menyenangkan baginya.

Namun perhatian Fikri teralihkan oleh sebuah mobil sedan. Dari dalamnya keluar lelaki dewasa kemudian membopong seorang pemuda. Decit kursi roda mendekati geng kecil Fikri. Ada wajah yang memasang senyum tipis kearah geng Fikri. beberapa teman Fikri termasuk dirinya sebenarnya ingin membalas senyum itu, tapi mereka hanya diam.

Ketika kursi roda itu telah mendekat lelaki dewasa itu berbalik lalu pergi memarkir mobil. Aryan menatap lembut teman-teman sekelasnya. Fikri yang menunduk tak bisa pergi karena Aryan tepat berada didepannya.

“aku mau meminta maaf, awalnya aku merasa agak minder sama kalian karena keadaanku begini. dan aku menjadi pecundang dengan marah-marah pada kalian. DAN karena aku tak ingin menjabat tangan kalian dengan tangan kiriku maka biar aku melakukan ini.” Aryan menarik sekuat tenaga roda sisi kiri kursi itu. Benda itu kehilangan keseimbangan lalu membuat aryan terjungkal kemudian terjatuh bebas ketanah.

Teman-temannya panik dan langsung membantu Aryan duduk keatas kursinya.
“apa apaan kau ini” kata kata ini senada dilontarkan teman-temannya. Jo, lelaki besar sahabatnya tak bisa menahan tangis melihat dagu aryan luka. Fikri pun sangat terharu. Walau belum berkata apapun.

“hehehehe.. Jika kalian sudah bicara apa artinya aku sudah dimaafkan?” celoteh aryan konyol. Beberapa temannya merangkul aryan. Fikri tersenyum tapi mengalihkan wajahnya kearah lain.

“Fik, aku tak bisa mengitung jumlah jahitan yang ada di kulitku. Tulang tangan ku telah dipotong. Kakiku mati rasa walau sekuat tenaga aku ingin berlari. Tapi kehilangan sahabatku jauh terasa lebih terasa sakit. Kumohon sahabat maafkan a..” belum selesai Aryan berbicara, Fikri telah merangkul dengan cepat pundak aryan.

“aku juga teman…” fikri tak mampu menahan rasa bahagia dan harunya. Sekumpulan anak perempuan melewati mereka. Anak-anak perempuan itu bingung. Mengapa anak lelaki yang biasanya menjadi preman SMA ini menjadi cengeng semua.

Mereka cekikikan lalu geng Fikri menyadari itu langsung mentertawakan hal ini bersama-sama.

“kawan-kawan, aku mau minta tolong. Anggap saja ini bantuan terakhir dari semangat dan kekuatan putih abu-abu yang kalian kenakan untuk terakhir kalinya” kata Aryan sambil tersenyum menantang.

“apa itu bos?” Tanya Jo yang penasaran, dia menyingsingkan lengan bajunya pertanda siap untuk apapun. Senyum aryan semakin melebar.

“buat, agar aku bisa berbicara berdua saja dengan Elda. Apapun yang terjadi. Kalian harus bisa mempertemukan kami berdua”. Kata Aryan seraya berbisik pelan.

Semua sahabat Aryan terkekeh. Bagi mereka itu adalah tugas mudah. Memutar balik duniapun mereka siap untuk seorang Aryan, sahabat mereka yang dari dulu selalu menolong mereka dalam keadaan apapun. Fikri menatap Aryan dengan lega, meski dia tak tahu apa yang akan dikatakan Aryan pada Elda nantinya. tak ada seorangpun yang tahu...

Aryan sendiri di sudut sekolah itu. Sahabatnya sedang berkumpul di pinggir ruang besar yang sedang mengumumkan kelulusan tahun ini. Kepala sekolah mereka sedang berpidato dan suaranya terdengar jelas oleh Aryan. Kata-kata beliau sungguh membuat Aryan ingin bergabung bersama temannya. Kemudian dengan berakhirnya pidato seluruh siswa yang berkumpul gelisah tadi bersorak sorai. Ternyata tahun ini tingkat kelulusan SMA itu kembali seratus persen.

Para siswa tadi berhamburan ketengah lapangan. Sebagian dari mereka merayakannya dengan kegembiraan yang biasa, walau ada yang sedikit berlebihan. Aryan pun juga ikut tersenyum melihat geng-nya melompat-lompat girang. Jo melakukan sujud syukur di dekat tiang bendera, itu dulu adalah tempat dia menjalani “hukuman dijemur”-nya, hampir setiap hari. Tapi geng Fikri tak lupa dengan janji mereka pada Aryan. Mereka tetap berjaga menunggu Elda.

Para orangtua siswa berjalan keluar ruangan dengan langkah yang ringan. Kecuali ayah Elda dengan wajah marahnya. Beliau berjalan dengan cepat dan tanpa mempedulikan orangtua yang lainnya. Elda yang dari tadi menunggu di pojok lain sekolah itu, didekati ayahnya. Terlihat ayahnya marah-marah memegang kertas hasil kelulusan dan nilai Elda. Kertas itu dilemparnya ke wajah Elda, kemudian beliau berbalik meninggalkan Elda. Aryan dari kejauhan tak bisa melihat jelas ekspresi wajah Elda.

Fikri memberi aba-aba kepada temannya. Mencegah Elda mengikuti ayahnya dan mengajaknya kearah Aryan. Elda bingung apa yang di-inginkan Fikri. Dia sebenarnya ingin menolak ajakan itu, tapi tenaganya untuk ber-argumen telah habis. Aryan mempersiapkan dirinya, dia menarik nafas panjang lalu menghembusnya perlahan..

***

Elda terhenti karena dia melihat Aryan. Fikri meyakinkan Elda, meski Elda terlihat menggelengkan kepalanya. Fikri terpaksa memegang pergelangan tangan Elda dan menariknya pelan, Elda terlihat enggan. Tapi langkahnya terus berjalan mendekati Aryan. Hingga kini Aryan dan Elda berhadapan, Fikri melepaskan genggamannya dan pergi meninggalkan mereka berdua. Tapi tanpa disadari Aryan dan Elda, Fikri berhenti di samping dinding luar. Fikri ingin mendengarkan percakapan mereka, dia tak mampu menahan rasa penasarannya.

“ada apa Yan?” Elda berusaha mengendalikan nafas dan perasaannya.

“aku mau ngomong bentar ma kamu, nggak bakal lama kok” Aryan tersenyum.

“aku tahu, karena itu langsung aja” kata Elda ketus.

“ya.. ya.. Kamu memang berhak marah padaku El. Bahkan aku berharap kamu bisa membenci aku lebih dari ini. Tapi coba dengar dulu, aku tak pernah marah pada apapun yang pernah kau lakukan. Tak usah kau merasa bersalah, jangan sia-siakan waktumu memikirkan aku.” Aryan mencoba tersenyum lagi, tapi gagal. Dadanya bergemuruh hebat, keringat dinginnya keluar dan dia ingin memaki dirinya sendiri. Aryan masih sangat menyayangi Elda.

Reaksi Elda hanya diam. Dia menundukkan wajahnya dan tak mampu menatap wajah Aryan. Karena melihat reaksi Elda hanya begitu, Aryan menambahkan kata-kata pahitnya.

“pergilah El, aku yang sekarang sudah jauh berbeda.” Kata aryan gemetar. Elda mengangkat wajahnya dan menatap Aryan. Matanya sudah berlinang.

“kau memanggilku hanya untuk mengatakan ini?. kau tak berubah Yan, kau masih belum bisa berbohong dengan baik. SEKARANG AKU MAU KAMU JUJUR, apa mau mu sebenarnya?. apa sayangmu masih a..” kata Elda, tapi Aryan langsung memotongnya.

“DIAAAM!!” teriak Aryan, Elda tersentak. “Aku tau kemaren-kemaren kau masih memikirkan aku El, karena itu aku hanya ingin kamu nggak sedih lagi. Sekarang kau sudah lulus dan kau akan merantau untuk melanjutkan sekolahmu. PERGILAH…El”. Aryan sekuat tenaga menahan tangisnya. Dia tak bisa mendengar kata-kata Elda lebih dari ini.

“Gitu ya?... itu rasa yang kau rasakan? kenapa kau nggak mau jujur Yan? aku nggak lulus Yan... seratus persen kata kepala sekolah hanya kebohongan. SEKARANG, BIAR AKU YANG JUJUR, aku ingin selalu dekat kamu, Yan” Elda tak mampu menahan air matanya, dia menangis. Aryan tertegun dan semakin serba salah. Fikri yang dari tadi mendengarkan ikut terkejut.

“Elda... kau... makin membuatku kecewa. LIHAT AKU EL... Sekarang aku hanya pemuda cacat. Aku ini tak berguna. SUDAH berat aku menerima kenyataan bahwa aku tak bisa lagi membantu temanku. Tak bisa berlari dan bermain musik bersama mereka. Sekarang kau membuatku lebih terbebani.” Aryan terisak. Elda mendekati Aryan.

“Kemungkinan aku bisa jalan lagi hampir nggak ada. LALU KAU MASIH INGIN DI SISIKU?. Kau tahu impianmu adalah menjadi wanita karir yang sempurna, dan tak malukah kau memilih lelaki cacat seperti aku ini?. Kita masih muda El. Ku mohon El, jangan tambah derita ini...” tangis aryan memecah sunyi lorong itu.

Elda mendekati Aryan yang terus menghapus air matanya. Lalu Elda merangkul Aryan erat, dan menangis dibahunya. Aryan tak bisa membohongi tubuhnya, dia ingin sekali saja memeluk elda. “cukup Yan, cukup...aku dah ngerti...nggak usah bicara lagi..” Elda menenangkan Aryan.

Mereka berdua melepas gelisah dalam peluk yang sederhana. Mereka berbicara dengan kata bisu tanpa suara. Dengan peluknya Elda menyatakan bahwa dia menerima Aryan apa adanya, “tenanglah aryan”. Dan dengan peluknya Aryan menyatakan terima kasihnya. Mereka berdua menyadari ini adalah cinta. Sebuah rasa yang tak mengenal usia bahkan kecacatan yang dimiliki seseorang sekalipun.

Fikri menyandarkan punggungnya ke dinding. Dia terhenyak, inikah alasan mengapa sikap Aryan berubah?. Mengapa dia sempat marah pada Aryan?. Bukankah perasaan Aryan memang selalu lembut selama ini?. Fikri menggigit kuku jarinya. Dia menahan rasa bersalah yang besar pada sahabatnya itu.

Tapi kemudian Fikri tersentak kaget kembali. Ayah elda datang kearah mereka dengan cepat. Tampaknya Jo dan teman-teman yang lain gagal menahan ayah Elda di parkiran. Fikri panik dan putus asa karena ayah Elda telah melihat Elda dan Aryan. Fikri mencoba menghalangi dan mencoba menjelaskannya. Tapi ayah Elda tak peduli dan mendorong tubuh Fikri. Mata ayah Elda memerah menahan amarah.

“DISINI KAU RUPANYA ELDA...” suara ayahnya menggelegar. Elda dan Aryan melepas pelukan mereka. Wajah mereka kaget. Ini adalah situasi yang tidak mereka perkirakan...
Jo dan teman-temannya dihukum. Mereka terlalu membuat onar di parkiran. Lagipula hanya geng mereka yang melakukan corat coret di baju dan diparkiran dekat mobil ayah elda. Sebenarnya guru tak dapat berbuat apa-apa. Tapi geng kecil itu lupa bahwa orang tua mereka juga ada disekolah ini. Ayah Jo yang seorang tentara dan badannya jauh lebih besar menampar Jo yang sudah seperti kerasukan. Sebagian dari mereka di jewer ibunya dan ditarik pulang kerumah.

Adik kelas mereka cekikikan melihat akhir yang tragis dari geng SMA yang dulunya garang itu. Tapi tak ada sedikitpun cemberut di wajah para anggota geng XII IPS itu. Mereka tersenyum bangga karena telah melakukan yang terbaik hingga akhir demi persahabatan. Hanya Jo yang bersedih. Dia merasa gagal, karena ini adalah strategi konyol miliknya. Dia hanya bisa menahan ayah Elda agar lupa dengan Elda selama 10 menit.

***

Siang itu perlahan menjadi dingin. Langit yang dari tadi redup ternyata memang ingin menumpahkan airnya. Tapi keadaan di tepi sekolah itu masih panas. Pak Dirta, ayah Elda benar-benar sedang marah besar. Baginya hari ini Elda telah dua kali mencoreng wajahnya, memalukan sekali.

“kau pasti anak yang bernama Aryan Hisbullah” pak Dirta menatap Aryan penuh emosi. Tapi hati kecilnya luluh melihat keadaan Aryan. Niat memukul aryan di pendamnya dalam.

“ya, pak. Maafkan aku tidak memperkenalkan diri sebelumnya” Aryan mencoba santai.

“Aryan, aku harap hari ini adalah hari terakhir kau bertemu dengan Elda... Walaupun Elda besok akan segera aku titipkan pada bibinya di Jakarta, tapi bapak mau kau nggak menghubunginya lagi. Ayo pulang Elda.” Kata pak Dirta dengan tatapan tajam kearah Aryan.

Elda baru tahu dia akan berangkat besok. Kesedihan baru merayap ditubuhnya. Tak sanggup dia bergerak selangkahpun dari sisi Aryan. Tapi pak Dirta mendekat dan menyeretnya menjauhi Aryan.

Aryan yang sejak awal mempersiapkan diri untuk berpisah, kini menjadi tak sanggup. Kesedihan di hati Aryan semakin meluap saat elda semakin jauh ditarik pak Dirta. Aryan memang tak bisa memutar kursi roda karena tangan-nya hanya satu. Karena itu dia terjatuh lagi seperti dihadapan temannya. Hanya kali ini dia berusaha sekuat mungkin merangkak mengejar Elda yang tak mau menoleh lagi.

“ELDAAAA, dengar suaraku... kita bakal bertemu lagi nanti. Karena itu kau jangan bersedih...” Aryan berteriak karena elda semakin menjauh. Elda dan ayahnya menoleh, tangis Elda semakin menjadi melihat Aryan yang terbaring Diatas tanah. Pak Dirta semakin mempercepat langkahnya. Fikri yang tadi terjatuh didorong pak dirta kini berlari membantu aryan berdiri.

“makasih, Fik...” Aryan masih tersedu. Fikri menepuk pundak Aryan.

“aku mendengarnya yan. Mungkin dari sini suara Elda tak terdengar. Tapi tadi aku mendengarnya. Kita pasti bertemu, aku akan selalu untukmu itulah yang kudengar dari Elda. Kau juga jangan bersedih teman. Ini bukan akhir. . .percaya deh..” Fikri menghibur Aryan. Aryan pun menghapus air matanya.

Kini giliran langit yang menumpahkan airnya. membasahi bumi yang penuh cerita. Lalu cerita itu akan tumbuh besar, meski membutuhkan waktu untuk menunggu cerita itu dewasa. Lalu cerita yang rimbun itu melahirkan cerita baru di pucuk-pucuknya. Bertahun-tahun lamanya untuk cerita itu mencerna air hujan dari langit ini.
***

TUJUH TAHUN KEMUDIAN.

Jakarta menjelang malam. Di dalam sebuah kendaraan besar seperti bis. Enam orang pemuda duduk berpisah-pisah. Lalu salah satunya berdiri mendekati pemuda yang termenung memandangi awan sore. Pemuda yang berdiri itu menepuk pundak sahabatnya yang termenung itu.

“gimana? Masih mau keliling sekali lagi?” Fikri membuyarkan lamunan Aryan.

“udah Fik, kita ke bandara aja. Kasian dengan Jo dan kawan yang lain, mereka lelah.” Aryan menjawab dengan tersenyum.

“tapi di Surabaya kita Cuma ke ngisi acara di radio. Mereka itu emang tukang tidur. hehehe” kata Fikri sambil terkekeh.

“hehehe, tapi Fik entah kenapa, hari ini aku pengen pulang aja.” Kata Aryan.

“ya udah, terserah deh. Toh bulan depan Kita ada konser disini. Emang sih, satu-satunya yang kita punya adalah sekarang dia menjadi dokter. Tapi aku yakin banget, jakarta ini nggak seluas kata orang kok. hehehe. ” Fikri tersenyum memberi semangat untuk Aryan. Lalu Fikri kembali ke tempat duduknya. Aryan melanjutkan lamunannya. Dan kendaraan mereka melaju menuju bandara.

***

Rombongan aryan masih sempat mengejar jadwal pesawat terakhir. Tapi mereka harus menunggu dua jam lagi karena hari baru jam 6 sore. Mereka meletakkan barang-barangnya diruang tunggu. Sementara sahabat aryan berpisah-pisah karena sebagian ingin melaksanakan ibadah maghrib. Aryan tak lansung menuju mushola. Dia penasaran dengan seseorang yang baru saja masuk keruang tunggu sama dengannya.

Dengan langkah yang terseret, karena menggunakan tongkat, Aryan mendekatinya. Wanita itu mengenakan jaket putih, baju kemeja biru, dan dia mengenakan rok panjang. Rambut wanita itu di ikat dan wajahnya membuat dada aryan bergetar seperti dulu. Langkah aryan semakin di percepatnya. Tapi terhenti kembali.

Seorang bayi ada dipelukannya. Aryan mengatur nafasnya, mengatur emosinya, menghilangkan rasa sedih yang mulai memakan hatinya. Aryan tetap berjalan mendekat, hanya saja dengan perlahan. Elda yang tadi memperhatikan bayi itu kini menatap lelaki yang berjalan perlahan mendekatinya. Wajah lelaki itupun sangat dikenal elda. Elda segera berdiri.

“Ar..yan..” Elda tak percaya.

“hai, El...” Aryan membalasnya dengan senyum.

“kau..” Elda takjub melihat aryan yang sudah bisa berjalan.

“hehehe. Aku berjalan berkat terapi berat lho.” Aryan bingung ingin berkata apa. Hati Aryan kalut karena bahagia dan gundah bercampur aduk. Sementara mata elda mulai berkaca-kaca. Mereka diam sesaat sampai keheningan mereka buyar karena suara seorang lelaki.

“El. teman mu?...” kata lelaki yang terlihat lebih tua dari Aryan itu.

“iya mas, ini Aryan.” Kata Elda bergetar.

“Aryan yang kau ceritakan itu???, wah ini kejutan, kami baru saja mau ke kota tempatmu tinggal” Lelaki itu tersenyum sambil meraih tangan kiri Aryan. Aryan membalas dengan senyum seadanya.

“ups lupa, kenalkan, namaku Desta, aku sepupu Elda. trus emm, nah wanita itu yang sedang berjalan kemari adalah istriku, Lili.” Lanjut Desta.

Sesaat Aryan binggung. Ternyata Ini bukan suaminya? Begitu pikir Aryan.

Bayi yang ada dipelukan Elda menangis. Lalu Lili mempercepat langkahnya dan mengambil bayi yang menangis itu. Bayi itu adalah keponakan Elda. Aryan menghembuskan nafas panjang tanda dia lega. Yang ada dihatinya kini hanyalah bahagia. Elda tampaknya mengerti arti keluhan itu tapi dia sengaja bertanya. Dan Aryan dengan polos mengakui asumsinya yang keliru itu dan mereka tertawa bersama.

Aryan kemudian mendekati Elda. Dan masih seperti dulu mereka tidak perlu mengucapkan apapun jika berdekatan. Denyut nadi terasa berdetak bersahutan. Bahagia yang meluap membuat senyum yang terulas menjadi indah tak terperi. Lalu senyum itu akan kembali menjadi rangkuman cerita panjang. Cerita yang mengatakan bahwa mereka akan bahagia hingga senja usia dunia.

SAAT CINTA BERKATA
Narayan gelisah di atas tempat tidurnya. matanya terpejam tapi dia belum tertidur sama sekali.
kadan kadang dia menghela nafas panjang, karena pikirannya sudah terfokus untuk esok hari.
apapun yang akan terjadi besok disekolah adalah hal yang baru untuknya.
---
Tiga hari yang lalu saat sepulang sekolah, di samping kelas XII IPS 2.
Narayan menyatakan cinta.
cinta polos pertamanya kepada Elda.
Tak tergambarkan bagaimana keadaan Narayan hari itu.
Dia biasa berlari pagi sejauh Lima kilometer, tapi tak pernah sulit bernafas seperti ini.
badannya gemetar dan begitupun suaranya.
padahal dia sering mewakili kelasnya berpidato di depan anggota osis, dewan guru dan wali murid yang jumlahnya ratusan.
meski sudah mempersiapkan diri hampir setahun, semuanya terlihat kacau.
dan reaksi balik dari Elda membuatnya hampir pingsan ditempat.
Elda sangat tenang berbeda dengan Aryan.
Elda memeluk buku di tangannya, dan memasang senyum termanis.
sebelum berkata apapun dia menatap lembut mata aryan beberapa menit.
Dan menit-menit yang hening itu merupakan detik-detik terlama untuk aryan.

"Aryan..." elda memulai kalimatnya. aryan hampir terjengkang karena lemas.
"ya...El," jawabnya sok tenang, meski tangannya dari tadi keringat dingin.
"aku perlu berpikir...beri aku tiga hari..." Elda memberikan senyumnya lagi.
"baiklah..." Lalu aryan pulang dengan mengutuk dirinya sendiri.

Dalam perjalanan pulang hari itu kata-kata Fikri menghantui kepalanya.
Fikri adalah teman baik Aryan, dan sekaligus lelaki yang amat beruntung di mata aryan.
pacar dan mantan Fikri banyak. berbanding terbalik dengan aryan yang baru jatuh cinta dua tahun terakhir.
dan karena itulah Fikri adalah guru besar Aryan selama dua tahun terakhir.
"Woi kawan, jika nanti dia minta waktu buat berpikir, kau berilah dia waktu. Tapi pulanglah dengan lapang dada jangan terlalu mengaharap lagi.
karena itu artinya kau telah ditolak kawan."
"kok bisa?" tanya aryan polos.
"menurut gurumu ini, wanita itu suka membuat orang yang menyukainya menderita dulu, hahaha"
lalu Fikri menutup pelajaran hari itu, meninggalkan bon bakso dan es teh seperti biasanya kepada aryan.

Dan pendapat fikri ternyata benar.
hampir dua tahun aryan menunjukkan tanda-tanda dia suka kepada elda.
Hampir satu tahun dia belajar mencari momen dan kata-kata yang pas untuk mengungkapkannya.
setelah hampir jatuh karena gugup masih saja wanita pujaannya menunggu 3 hari untuk melengkapi penderitaannya.
dan menurut fikri jawaban yang akan diberikan elda 3 hari nanti hanyalah satu kata "tidak".
wanita ternyata kadang-kadang bisa juga menjadi kejam.
----

Hari ini Aryan datang terlambat. dia bangun kesiangan karena semalam jam empat pagi baru tertidur. itupun bukan tidur yang dia inginkan.
bisa dikatakan aryan pingsan karena kelelahan. karena tiba-tiba saja dia jatuh tertidur dilantai saat sedang merapikan sprei kasurnya yang berantakan karena dia terlalu kasak-kusuk.

Langkahkahnya goyah, dan wajahnya pucat seharian.
pelajaran apa saja yang dia ajarkan gurunya sama sekali tak masuk dikepalanya.
padahal Fikri sudah mencoba sekuat cara menghiburnya.
fikri membuat lelucon terus menerus.
lalu menuliskan nomor hp cewek jomblo nan cantik di buku catatan aryan.
aryan bergeming.

"Tenang dong, siapa tau kau diterimanya." goda fikri.
Senyum aryan mengembang, lalu dia mencerna kembali kata-kata fikri "siapa tahu?"...
itu artinya 50-50...
kebalikan dari diterima adalah..."DITOLAK".... senyum aryan yang tadi sekejap berubah rata.

Bel terakhir berbunyi, lautan putih abu-abu berhamburan pulang.
aryan berjalan pelan menuju tempat penembakan kemarin.
disana Elda sudah berdiri menunggu dan dia memberikan senyum termanis seperti biasanya.

"Hai, el..." sapa aryan lemah.
"aryan... kamu kok keliatan sakit?" elda menatap wajah aryan dari dekat.
"emh, kemaren lupa makan" jawab aryan malas.
"ugh, jangan gitu dong..." elda menyadari dia berdiri terlalu dekat dengan aryan. aryan pun ikut mundur.
"tentang kemarin..." aryan dan elda ngomong bersamaan. lalu mereka tertawa kecil.
"aku nggak bisa yan..." jawab elda pelan. Aryan hampir rubuh meski telah matang mempersiapkan diri.
"ya...aku ngerti" jawab aryan cepat.
"ngerti?" tanya Elda menggoda.
"yah, aku juga dah siap kok apapun jawaban kamu... meski sakit" kata aryan memegang dadanya.
elda langsung memegang tangan itu. aryan yang tertunduk menatap wajah elda dengan sisa tenaganya.
"aku kan belum selesai ngomong. aku nggak bisa yan, nggak bisa nolak kamu" Elda tersenyum dan menenangkan tangan aryan yang dingin.
Aryan hampir menangis karena bahagia, inilah rasa bahagia yang tak pernah dirasakannya.
mereka berdua berpegangan tangan dalam waktu yang lama.
dan saat berpisah dijalanan mereka mengucapkan janji-janji manis untuk esok.
saat kejauhan pun mereka masih saling menoleh dan saling tersenyum.

Lalu hari ini aryan pulang dengan perasaan bahagia.
meski tubuhnya semakin lemah karna sakit, tapi sepeda itu mampu di pacunya secepat mungkin.
di dalam pikirannya tak mampu di lepasnya bayang senyum Elda.
dia memejamkan matanya sesaat untuk mengingat kembali saat-saat tadi.
dan tanpa sadar sebuah truk yang remnya rusak mendekatinya dari arah belakang.
suara klakson mobil itu meraung-raung, tapi aryan dan sepedanya terlalu berada di pertengahan jalan.

lalu disana yang terdengar hanya bunyi dentuman yang kencang, di sambut pekik histeris warga yang ada disekitarnya...

Berita adalah hal yang sangat cepat menyebar. Terutama di kota kecil seperti tempat tinggal Aryan dan Elda. Hanya butuh beberapa menit berita kecelakaan Aryan sampai kepada Elda. Elda saat itu baru saja mengganti seragam sekolahnya, saat telpon rumahnya berdering. Dan berita yang didengar elda membuat dirinya jatuh, dan tak mampu berkata apapun.

“El, ini fikri. aku nggak mau bikin kamu panik. Tapi Aryan baru aja kecelakaan. Sekarang dia dibawa kerumah sakit umum. Aku telah disini bersama orang tuanya. Aryan masih di UGD. Saat ini dia kritis. Mohon doa-nya El” begitulah kira-kira kalimat yang didengarnya dari balik gagang telpon yang kini menggantung. Elda tak sempat meletakkanya kembali, dia sangat terkejut dan tak mampu menjawab kata-kata Fikri.

Beberapa saat setelah dia diam, Elda keluar rumah dan segera menuju rumah sakit umum itu. Tanpa persiapan, tanpa minta izin orang tuanya, emosinya yang selalu bisa dikendalikan kini bergejolak. Pikirannya kini tertuju pada kondisi Aryan, apa yang akan terjadi pada Aryan? Tak ada satu jawaban logis yang mampu menenangkannya.
***

Empat hari setelah hari itu. Di dalam ruang perawatan yang hampir serba putih. Aryan terbaring, masa kritisnya telah terlewati, meski dia belum siuman. Banyak bagian tubuhnya yang tebalut perban. Tangan kanannya diamputasi karena tulangnya telah remuk. Dokter mengatakan kemungkinan Aryan akan lumpuh karena tulang belakangnya mengalami cedera berat. Meski kondisi organ dalamnya baik, tapi shock yang dialaminya membuat kesadaran Aryan belum pulih. Truk itu hanya menabrak sepedanya meski begitu Aryan sempat terseret beberapa meter dan tangan kanannya terlindas ban truk tersebut.

Diluar ruangan itu Elda duduk sendirian. Dia bukan tak bisa masuk kedalam ruangan itu bersama ibu Aryan. Tapi melihat Aryan penuh luka, di infus, dan bercak darah di perbannya membuatnya semakin tak kuat. Terlintas di benaknya, "Mengapa bukan aku yang terbaring disitu". Tapi jika Elda yang terbaring, bukankah Aryan akan kehilangan senyumnya juga?.

Ibu Elda dan orang tua Aryan sudah lelah menasehati elda agar dia tidak perlu lagi mencemaskan Aryan. Tapi kecemasan itu belum hilang sebelum dia mendengar kata-kata dari Aryan. Elda ingin menjadi orang yang mengatakan semua akan baik-baik saja pada Aryan. Dan menjadi orang yang bisa berbuat sesuatu untuk Aryan. Seperti yang selalu Aryan lakukan pada dirinya.
***

Elda membayangkan cerita tentang Aryan. Dua tahun lalu saat dia baru saja memilih kejurusan di SMA. Dia mengenal Aryan terlebih dulu. Aryan adalah seorang yang ceria, dan salah satu anak yang prestasinya cemerlang. Elda sempat berpikir bahwa seseorang seperti Aryan yang selalu tampil di depan, akan masuk jurusan IPA seperti dirinya. Tapi Aryan lebih memilih jurusan IPS. Belakangan baru elda tahu bahwa Aryan tak ingin berpisah dengan Fikri dan jo anak-anak yang tergabung dalam seni musik.

Meski mereka telah saling mengenalpun elda masih acuh kepada Aryan. Dia tidak begitu menyukai Aryan yang lebih memilih seni musik daripada pendidikan yang menurutnya jauh lebih penting. Aryan terlihat seperti anak nakal karena berteman dengan fikri dan jo -yang memang terkenal anak paling usil- di SMA itu. Elda tahu gelagat Aryan memang tidak seperti temannya yang lain. Ada sesuatu pada Aryan yang membuat elda betah berbicara padanya. Lalu sikap heboh dan lucu Aryan selalu membuat elda tersenyum, berbeda dengan dirinya yan pendiam dan sedikit kaku. Elda memang kurang pandai bergaul.

Pernah suatu hari Aryan jatuh di dalam selokan di belakang sekolah karena elda tiba-tiba muncul karena ingin membuang sampah. Atau Aryan yang sering ketauhan melamun menatap dirinya saat elda sedang membaca buku, reaksi balik Aryan mampu membuat elda tersenyum. Pernah pula elda melihat Aryan berdiri didepan rumahnya tapi karena malu Aryan tak berani mengetuk pintu rumah Elda. Karena kelamaan Aryan kemudian lari terbirit-birit dikejar anjing tetangganya, elda yang mengintip dari jendela kamarnya tertawa lepas.

Meski begitu Aryan kadang kadang membuat elda terpukau, itu adalah saat Aryan dibawah hujan memayungi anak-anak kucing yang dibuang orang. Aryan tak menyadari ada siapapun karena saat itu sepi. Dari kejauhan elda melihat Aryan mengahapus air matanya. Dan yang membuat elda semakin kagum karena besoknya Aryan berkeliling sekolah menanyai apakah ada temannya yang ingin memelihara kucing. Elda tahu orang tua Aryan alergi kucing. Tapi itu elda tak heran karena Aryan sangat peduli pada siapapun, meskipun itu hanya binatang yang terbuang dipinggiran sungai.

Lalu elda sendiri menyadari tanda-tanda Aryan menyukai dirinya. Hanya saja elda ingin Aryan bertindak dewasa dengan menyatakan perasaannya terlebih dahulu. Elda sengaja menunda jawabannya karena ingin membalas penantian lama yang dilakukan dirinya. Dan saat mereka sudah saling jujur, mengapa ada kejadian ini.?

***

Lamunan elda buyar. Dokter mengatakan kalau Aryan sudah siuman. ayah Aryan yang ada diluar segera berlari dan bergabung bersama Ibu Aryan didalam ruangan itu. Elda tak lansung masuk, dia menghapus air mata bahagianya. Dia mempersiapkan diri sebelum bertemu Aryan. Dia menguatkan hati dan ingin memberi senyum leganya.
Elda masuk perlahan. Dia berdiri sesaat dari kejauhan. Menyadari hadirnya elda, Aryan menahan senyum untuk ibu dan ayahnya. Meski sesaat dia menatap mata elda tapi kemudian dia membuang tatapannya.

“nak, elda beberapa hari ini terus datang kesini. Dia sangat peduli padamu” ibu Aryan memulai pembicaraan. Tapi Aryan diam.
“ada apa nak?..” Tanya ibu Aryan yang menyadari sikap anaknya berubah, karena sebelumnya tadi Aryan mau berbicara.
“Ar, aku disini…” bujuk elda.
“pulanglah. Jangan temui aku lagi.” Jawab Aryan dingin meski pelan. Elda bergetar. Orang tua Aryan bingung.
“Aryan…” elda memanggilnya dengan menahan getarnya.
“aku tak mau lagi bertemu denganmu. Jangan kesini, keluar sana…” Aryan meninggikan suaranya. Elda berlari keluar. Dia menangis. Ibu Aryan mengejarnya.

Aryan merintih karena kepalanya sakit. Aryan ingin memegang dadanya-yang sakit bukan karena luka luar-. tapi tangan kanannya tak ada lagi, sementara tangan kirinya masih sakit untuk digerakkan.
Sementara elda yang sudah lega masih menangis di lengan ibu Aryan. Dia bingung, ada luka juga yang dirasakannya. Elda dan ibu Aryan menyusuri lorong rumah sakit yang tak tahu akan berkahir dimana.
Tak seorangpun yang tahu mengapa sikap Aryan menjadi dingin terhadap Elda. Tidak orang tuanya, sahabat kelasnya, bahkan fikri sekalipun yang sangat dekat dengannya. Elda mengkoreksi kesalahannya, apakah kata-kata terakhir sebelum berpisah yang membuat Aryan menjadi seperti ini. Elda bertanya kepada sahabat-sahabat yang telah menjenguk Aryan, mereka bilang tak ada yang berubah dari Aryan. Dia tetap ceria seperti Aryan yang dulu.

***

Bulan-bulan berganti, banyak sekali yang berubah. Kelopak bunga gugur lalu tergantikan, musim yang meradang mendekati april, lalu Aryan yang perlahan sembuh. Satu hal yang mungkin tak berubah adalah hati Elda yang masih diliputi awan bagai musim penghujan. Elda menjaga hati itu, hati yang baru pertama kali diketuk oleh rasa cinta.

Sore ini dirumah aryan, Fikri mendorong kursi roda Aryan ke teras depan rumah. Aryan tersenyum simpul dan membuat lelucon kekanakan tentang dirinya sendiri. Tapi fikri diam dan tak terpancing dengan lelucon Aryan, dia mengambil kursi teras lalu duduk disamping kursi roda Aryan. Wajahnya serius ingin berbicara.

“Aryan, aku pengen ngomong serius nih…” wajah fikri kaku, Aryan geli melihatnya.

“hahaha, kenapa fik?, nggak kayak kamu aja..” kata Aryan.

“sebelumnya aku nggak tega mau ngembahas ini, karena yang kamu alami skr dah terlalu berat dan aku nggak mau membebanimu lebih. Tapi…” fikri berhenti sejenak.

“tapi…???” Aryan mulai serius.

“tapi aku nggak tahan melihat sikpmu ke Elda. Aku tahu, kamu belum sembuh total. Tapi setidaknya Yan. Kasih tahu alasan mengapa kau begitu membeci Elda.” Fikri menatap serius Aryan. Aryan mengalihkan pandangannya.

“kita ganti topik yuk hehehee...” Aryan mencoba bercanda.

“kita teman dari SD Yan. Tapi nggak pernah aku ngerasa kamu kayak gini ama orang lain. Elda tuh sering nggak masuk sekolah karena sakit. Peringkatnya jatuh semester awal kemaren, dan kita bentar lagi ujian akhir. sedangkan dia masih aja terus mikirin kamu. Lagipula aku nggak tau mau jawab apa jika Elda nanyain kamu ke aku.” Fikri sebisa mungkin menjaga emosinya.

“kamu tahu kan Fik aku udah dikasih cuti oleh sekolah..?. Itu artinya aku nggak suka kamu cerita-cerita tentang ujianlah apalah. Trus..” tapi ucapan Aryan langsung dipotong fikri.

“YAN, tahu enggak tadi Elda nangis, Dan ini bukan pertama kali yan. Jarang aku melihat matanya memerah. Sahabat dia tuh hampir nggak ada. Baginya sekolah itu adalah bagian darinya. Dan tanpa kita terutama kamu, kau bisa bayangkan keadaannya. Cobalah ngerti dikit perasaannya.” Fikri berdiri karena kesalnya menjadi. Tapi Aryan malah tertawa.

“hahaha.. ngerti perasaan Elda?. Nggak nyangka kata-kata itu keluar dari mulut kamu Fik. Orang yang paling banyak pacar dan suka ngecewain cewek”. Aryan tersenyum sinis.

PRAAAKK. Fikri membanting Hape-nya. Berhamburan dibawah kaki Aryan.

“aku pikir kita sahabat dan kita saling mengenal. Kalau hanya itu arti aku bagi kamu, aku kecewa Yan.” Aryan terdiam melihat amarah fikri. kemudian Fikri berjalan keluar dari teras rumah Aryan. Tapi lalu dia berbalik dan berkata.

“satu lagi Yan. aku cuma mengencani cewek yang nakal dan matre. Itupun sekarang sudah tak kulakukan lagi. Itu karena aku melihatmu. Aku sadar hidup ini terlalu singkat untuk main-main. LAGIPULA Elda adalah gadis baik-baik. Dijauhi karena alasan yang tak pasti, rasanya SAKIT Yan. TRUS sebagai seorang manusia aku rasa kau belum kehilangan seluruh bagian tubuhmu. Setidaknya tadi aku berharap kau masih memiliki hati.” Fikri berlalu melewati pekarangan rumah Aryan berlalu meinggalkan Aryan yang dari tadi hanya tertunduk.

Bunga kamboja berayun tertiup angin pelan sore itu. Angin itu membawa haru. dia merangkak diatas permukaan ubin teras rumah Aryan. Terakhir angin itu hinggap diatas permukaan logam kursi roda yang ada di pojok teras itu. Diatas kursi roda itu seorang lelaki yang menyembunyikan perasaanya. Lelaki itu menggengam keras baju di dadanya. Tangan kirinya itu menepuk dada yang ngilunya telah merambat keseluruh tubuh. Tangis terlalu sederhana untuk mengungkapkan perasaan itu.

***

Mei datang begitu saja. Pagi itu cahaya matahari masih lembut. Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan sekolah SMA Aryan. Teman-teman sekelasnya dulu telah berkumpul sejak pagi. Hanya hari itu wajah-wajah mereka menggambarkan satu garis yang sama, kegelisahan.

Elda dan ayahnya mengisi bagian depan deretan kursi yang masih kosong. Elda terlihat berantakan, jelas sekali dia enggan berada disini. Sementara ayahnya tak tenang, Tak seperti biasanya dia selalu optimis dengan hasil ujian anaknya. Tapi karena sering dipanggil oleh guru karena nilai Elda yang selalu turun dia sangat cemas.

Geng kecil Fikri menguasai gerbang depan, disana mereka bisa melihat orang tua siapa saja yang datang. Walau sebenarnya fikri tak peduli dengan apapun yang sedang terjadi. Fikri hanya ingin segera hari ini berakhir, segera beranjak dari sekolah yang akhir-akhir ini memberikan beban dan kenangan tak menyenangkan baginya.

Namun perhatian Fikri teralihkan oleh sebuah mobil sedan. Dari dalamnya keluar lelaki dewasa kemudian membopong seorang pemuda. Decit kursi roda mendekati geng kecil Fikri. Ada wajah yang memasang senyum tipis kearah geng Fikri. beberapa teman Fikri termasuk dirinya sebenarnya ingin membalas senyum itu, tapi mereka hanya diam.

Ketika kursi roda itu telah mendekat lelaki dewasa itu berbalik lalu pergi memarkir mobil. Aryan menatap lembut teman-teman sekelasnya. Fikri yang menunduk tak bisa pergi karena Aryan tepat berada didepannya.

“aku mau meminta maaf, awalnya aku merasa agak minder sama kalian karena keadaanku begini. dan aku menjadi pecundang dengan marah-marah pada kalian. DAN karena aku tak ingin menjabat tangan kalian dengan tangan kiriku maka biar aku melakukan ini.” Aryan menarik sekuat tenaga roda sisi kiri kursi itu. Benda itu kehilangan keseimbangan lalu membuat aryan terjungkal kemudian terjatuh bebas ketanah.

Teman-temannya panik dan langsung membantu Aryan duduk keatas kursinya.
“apa apaan kau ini” kata kata ini senada dilontarkan teman-temannya. Jo, lelaki besar sahabatnya tak bisa menahan tangis melihat dagu aryan luka. Fikri pun sangat terharu. Walau belum berkata apapun.

“hehehehe.. Jika kalian sudah bicara apa artinya aku sudah dimaafkan?” celoteh aryan konyol. Beberapa temannya merangkul aryan. Fikri tersenyum tapi mengalihkan wajahnya kearah lain.

“Fik, aku tak bisa mengitung jumlah jahitan yang ada di kulitku. Tulang tangan ku telah dipotong. Kakiku mati rasa walau sekuat tenaga aku ingin berlari. Tapi kehilangan sahabatku jauh terasa lebih terasa sakit. Kumohon sahabat maafkan a..” belum selesai Aryan berbicara, Fikri telah merangkul dengan cepat pundak aryan.

“aku juga teman…” fikri tak mampu menahan rasa bahagia dan harunya. Sekumpulan anak perempuan melewati mereka. Anak-anak perempuan itu bingung. Mengapa anak lelaki yang biasanya menjadi preman SMA ini menjadi cengeng semua.

Mereka cekikikan lalu geng Fikri menyadari itu langsung mentertawakan hal ini bersama-sama.

“kawan-kawan, aku mau minta tolong. Anggap saja ini bantuan terakhir dari semangat dan kekuatan putih abu-abu yang kalian kenakan untuk terakhir kalinya” kata Aryan sambil tersenyum menantang.

“apa itu bos?” Tanya Jo yang penasaran, dia menyingsingkan lengan bajunya pertanda siap untuk apapun. Senyum aryan semakin melebar.

“buat, agar aku bisa berbicara berdua saja dengan Elda. Apapun yang terjadi. Kalian harus bisa mempertemukan kami berdua”. Kata Aryan seraya berbisik pelan.

Semua sahabat Aryan terkekeh. Bagi mereka itu adalah tugas mudah. Memutar balik duniapun mereka siap untuk seorang Aryan, sahabat mereka yang dari dulu selalu menolong mereka dalam keadaan apapun. Fikri menatap Aryan dengan lega, meski dia tak tahu apa yang akan dikatakan Aryan pada Elda nantinya. tak ada seorangpun yang tahu...

Aryan sendiri di sudut sekolah itu. Sahabatnya sedang berkumpul di pinggir ruang besar yang sedang mengumumkan kelulusan tahun ini. Kepala sekolah mereka sedang berpidato dan suaranya terdengar jelas oleh Aryan. Kata-kata beliau sungguh membuat Aryan ingin bergabung bersama temannya. Kemudian dengan berakhirnya pidato seluruh siswa yang berkumpul gelisah tadi bersorak sorai. Ternyata tahun ini tingkat kelulusan SMA itu kembali seratus persen.

Para siswa tadi berhamburan ketengah lapangan. Sebagian dari mereka merayakannya dengan kegembiraan yang biasa, walau ada yang sedikit berlebihan. Aryan pun juga ikut tersenyum melihat geng-nya melompat-lompat girang. Jo melakukan sujud syukur di dekat tiang bendera, itu dulu adalah tempat dia menjalani “hukuman dijemur”-nya, hampir setiap hari. Tapi geng Fikri tak lupa dengan janji mereka pada Aryan. Mereka tetap berjaga menunggu Elda.

Para orangtua siswa berjalan keluar ruangan dengan langkah yang ringan. Kecuali ayah Elda dengan wajah marahnya. Beliau berjalan dengan cepat dan tanpa mempedulikan orangtua yang lainnya. Elda yang dari tadi menunggu di pojok lain sekolah itu, didekati ayahnya. Terlihat ayahnya marah-marah memegang kertas hasil kelulusan dan nilai Elda. Kertas itu dilemparnya ke wajah Elda, kemudian beliau berbalik meninggalkan Elda. Aryan dari kejauhan tak bisa melihat jelas ekspresi wajah Elda.

Fikri memberi aba-aba kepada temannya. Mencegah Elda mengikuti ayahnya dan mengajaknya kearah Aryan. Elda bingung apa yang di-inginkan Fikri. Dia sebenarnya ingin menolak ajakan itu, tapi tenaganya untuk ber-argumen telah habis. Aryan mempersiapkan dirinya, dia menarik nafas panjang lalu menghembusnya perlahan..

***

Elda terhenti karena dia melihat Aryan. Fikri meyakinkan Elda, meski Elda terlihat menggelengkan kepalanya. Fikri terpaksa memegang pergelangan tangan Elda dan menariknya pelan, Elda terlihat enggan. Tapi langkahnya terus berjalan mendekati Aryan. Hingga kini Aryan dan Elda berhadapan, Fikri melepaskan genggamannya dan pergi meninggalkan mereka berdua. Tapi tanpa disadari Aryan dan Elda, Fikri berhenti di samping dinding luar. Fikri ingin mendengarkan percakapan mereka, dia tak mampu menahan rasa penasarannya.

“ada apa Yan?” Elda berusaha mengendalikan nafas dan perasaannya.

“aku mau ngomong bentar ma kamu, nggak bakal lama kok” Aryan tersenyum.

“aku tahu, karena itu langsung aja” kata Elda ketus.

“ya.. ya.. Kamu memang berhak marah padaku El. Bahkan aku berharap kamu bisa membenci aku lebih dari ini. Tapi coba dengar dulu, aku tak pernah marah pada apapun yang pernah kau lakukan. Tak usah kau merasa bersalah, jangan sia-siakan waktumu memikirkan aku.” Aryan mencoba tersenyum lagi, tapi gagal. Dadanya bergemuruh hebat, keringat dinginnya keluar dan dia ingin memaki dirinya sendiri. Aryan masih sangat menyayangi Elda.

Reaksi Elda hanya diam. Dia menundukkan wajahnya dan tak mampu menatap wajah Aryan. Karena melihat reaksi Elda hanya begitu, Aryan menambahkan kata-kata pahitnya.

“pergilah El, aku yang sekarang sudah jauh berbeda.” Kata aryan gemetar. Elda mengangkat wajahnya dan menatap Aryan. Matanya sudah berlinang.

“kau memanggilku hanya untuk mengatakan ini?. kau tak berubah Yan, kau masih belum bisa berbohong dengan baik. SEKARANG AKU MAU KAMU JUJUR, apa mau mu sebenarnya?. apa sayangmu masih a..” kata Elda, tapi Aryan langsung memotongnya.

“DIAAAM!!” teriak Aryan, Elda tersentak. “Aku tau kemaren-kemaren kau masih memikirkan aku El, karena itu aku hanya ingin kamu nggak sedih lagi. Sekarang kau sudah lulus dan kau akan merantau untuk melanjutkan sekolahmu. PERGILAH…El”. Aryan sekuat tenaga menahan tangisnya. Dia tak bisa mendengar kata-kata Elda lebih dari ini.

“Gitu ya?... itu rasa yang kau rasakan? kenapa kau nggak mau jujur Yan? aku nggak lulus Yan... seratus persen kata kepala sekolah hanya kebohongan. SEKARANG, BIAR AKU YANG JUJUR, aku ingin selalu dekat kamu, Yan” Elda tak mampu menahan air matanya, dia menangis. Aryan tertegun dan semakin serba salah. Fikri yang dari tadi mendengarkan ikut terkejut.

“Elda... kau... makin membuatku kecewa. LIHAT AKU EL... Sekarang aku hanya pemuda cacat. Aku ini tak berguna. SUDAH berat aku menerima kenyataan bahwa aku tak bisa lagi membantu temanku. Tak bisa berlari dan bermain musik bersama mereka. Sekarang kau membuatku lebih terbebani.” Aryan terisak. Elda mendekati Aryan.

“Kemungkinan aku bisa jalan lagi hampir nggak ada. LALU KAU MASIH INGIN DI SISIKU?. Kau tahu impianmu adalah menjadi wanita karir yang sempurna, dan tak malukah kau memilih lelaki cacat seperti aku ini?. Kita masih muda El. Ku mohon El, jangan tambah derita ini...” tangis aryan memecah sunyi lorong itu.

Elda mendekati Aryan yang terus menghapus air matanya. Lalu Elda merangkul Aryan erat, dan menangis dibahunya. Aryan tak bisa membohongi tubuhnya, dia ingin sekali saja memeluk elda. “cukup Yan, cukup...aku dah ngerti...nggak usah bicara lagi..” Elda menenangkan Aryan.

Mereka berdua melepas gelisah dalam peluk yang sederhana. Mereka berbicara dengan kata bisu tanpa suara. Dengan peluknya Elda menyatakan bahwa dia menerima Aryan apa adanya, “tenanglah aryan”. Dan dengan peluknya Aryan menyatakan terima kasihnya. Mereka berdua menyadari ini adalah cinta. Sebuah rasa yang tak mengenal usia bahkan kecacatan yang dimiliki seseorang sekalipun.

Fikri menyandarkan punggungnya ke dinding. Dia terhenyak, inikah alasan mengapa sikap Aryan berubah?. Mengapa dia sempat marah pada Aryan?. Bukankah perasaan Aryan memang selalu lembut selama ini?. Fikri menggigit kuku jarinya. Dia menahan rasa bersalah yang besar pada sahabatnya itu.

Tapi kemudian Fikri tersentak kaget kembali. Ayah elda datang kearah mereka dengan cepat. Tampaknya Jo dan teman-teman yang lain gagal menahan ayah Elda di parkiran. Fikri panik dan putus asa karena ayah Elda telah melihat Elda dan Aryan. Fikri mencoba menghalangi dan mencoba menjelaskannya. Tapi ayah Elda tak peduli dan mendorong tubuh Fikri. Mata ayah Elda memerah menahan amarah.

“DISINI KAU RUPANYA ELDA...” suara ayahnya menggelegar. Elda dan Aryan melepas pelukan mereka. Wajah mereka kaget. Ini adalah situasi yang tidak mereka perkirakan...
Jo dan teman-temannya dihukum. Mereka terlalu membuat onar di parkiran. Lagipula hanya geng mereka yang melakukan corat coret di baju dan diparkiran dekat mobil ayah elda. Sebenarnya guru tak dapat berbuat apa-apa. Tapi geng kecil itu lupa bahwa orang tua mereka juga ada disekolah ini. Ayah Jo yang seorang tentara dan badannya jauh lebih besar menampar Jo yang sudah seperti kerasukan. Sebagian dari mereka di jewer ibunya dan ditarik pulang kerumah.

Adik kelas mereka cekikikan melihat akhir yang tragis dari geng SMA yang dulunya garang itu. Tapi tak ada sedikitpun cemberut di wajah para anggota geng XII IPS itu. Mereka tersenyum bangga karena telah melakukan yang terbaik hingga akhir demi persahabatan. Hanya Jo yang bersedih. Dia merasa gagal, karena ini adalah strategi konyol miliknya. Dia hanya bisa menahan ayah Elda agar lupa dengan Elda selama 10 menit.

***

Siang itu perlahan menjadi dingin. Langit yang dari tadi redup ternyata memang ingin menumpahkan airnya. Tapi keadaan di tepi sekolah itu masih panas. Pak Dirta, ayah Elda benar-benar sedang marah besar. Baginya hari ini Elda telah dua kali mencoreng wajahnya, memalukan sekali.

“kau pasti anak yang bernama Aryan Hisbullah” pak Dirta menatap Aryan penuh emosi. Tapi hati kecilnya luluh melihat keadaan Aryan. Niat memukul aryan di pendamnya dalam.

“ya, pak. Maafkan aku tidak memperkenalkan diri sebelumnya” Aryan mencoba santai.

“Aryan, aku harap hari ini adalah hari terakhir kau bertemu dengan Elda... Walaupun Elda besok akan segera aku titipkan pada bibinya di Jakarta, tapi bapak mau kau nggak menghubunginya lagi. Ayo pulang Elda.” Kata pak Dirta dengan tatapan tajam kearah Aryan.

Elda baru tahu dia akan berangkat besok. Kesedihan baru merayap ditubuhnya. Tak sanggup dia bergerak selangkahpun dari sisi Aryan. Tapi pak Dirta mendekat dan menyeretnya menjauhi Aryan.

Aryan yang sejak awal mempersiapkan diri untuk berpisah, kini menjadi tak sanggup. Kesedihan di hati Aryan semakin meluap saat elda semakin jauh ditarik pak Dirta. Aryan memang tak bisa memutar kursi roda karena tangan-nya hanya satu. Karena itu dia terjatuh lagi seperti dihadapan temannya. Hanya kali ini dia berusaha sekuat mungkin merangkak mengejar Elda yang tak mau menoleh lagi.

“ELDAAAA, dengar suaraku... kita bakal bertemu lagi nanti. Karena itu kau jangan bersedih...” Aryan berteriak karena elda semakin menjauh. Elda dan ayahnya menoleh, tangis Elda semakin menjadi melihat Aryan yang terbaring Diatas tanah. Pak Dirta semakin mempercepat langkahnya. Fikri yang tadi terjatuh didorong pak dirta kini berlari membantu aryan berdiri.

“makasih, Fik...” Aryan masih tersedu. Fikri menepuk pundak Aryan.

“aku mendengarnya yan. Mungkin dari sini suara Elda tak terdengar. Tapi tadi aku mendengarnya. Kita pasti bertemu, aku akan selalu untukmu itulah yang kudengar dari Elda. Kau juga jangan bersedih teman. Ini bukan akhir. . .percaya deh..” Fikri menghibur Aryan. Aryan pun menghapus air matanya.

Kini giliran langit yang menumpahkan airnya. membasahi bumi yang penuh cerita. Lalu cerita itu akan tumbuh besar, meski membutuhkan waktu untuk menunggu cerita itu dewasa. Lalu cerita yang rimbun itu melahirkan cerita baru di pucuk-pucuknya. Bertahun-tahun lamanya untuk cerita itu mencerna air hujan dari langit ini.
***

TUJUH TAHUN KEMUDIAN.

Jakarta menjelang malam. Di dalam sebuah kendaraan besar seperti bis. Enam orang pemuda duduk berpisah-pisah. Lalu salah satunya berdiri mendekati pemuda yang termenung memandangi awan sore. Pemuda yang berdiri itu menepuk pundak sahabatnya yang termenung itu.

“gimana? Masih mau keliling sekali lagi?” Fikri membuyarkan lamunan Aryan.

“udah Fik, kita ke bandara aja. Kasian dengan Jo dan kawan yang lain, mereka lelah.” Aryan menjawab dengan tersenyum.

“tapi di Surabaya kita Cuma ke ngisi acara di radio. Mereka itu emang tukang tidur. hehehe” kata Fikri sambil terkekeh.

“hehehe, tapi Fik entah kenapa, hari ini aku pengen pulang aja.” Kata Aryan.

“ya udah, terserah deh. Toh bulan depan Kita ada konser disini. Emang sih, satu-satunya yang kita punya adalah sekarang dia menjadi dokter. Tapi aku yakin banget, jakarta ini nggak seluas kata orang kok. hehehe. ” Fikri tersenyum memberi semangat untuk Aryan. Lalu Fikri kembali ke tempat duduknya. Aryan melanjutkan lamunannya. Dan kendaraan mereka melaju menuju bandara.

***

Rombongan aryan masih sempat mengejar jadwal pesawat terakhir. Tapi mereka harus menunggu dua jam lagi karena hari baru jam 6 sore. Mereka meletakkan barang-barangnya diruang tunggu. Sementara sahabat aryan berpisah-pisah karena sebagian ingin melaksanakan ibadah maghrib. Aryan tak lansung menuju mushola. Dia penasaran dengan seseorang yang baru saja masuk keruang tunggu sama dengannya.

Dengan langkah yang terseret, karena menggunakan tongkat, Aryan mendekatinya. Wanita itu mengenakan jaket putih, baju kemeja biru, dan dia mengenakan rok panjang. Rambut wanita itu di ikat dan wajahnya membuat dada aryan bergetar seperti dulu. Langkah aryan semakin di percepatnya. Tapi terhenti kembali.

Seorang bayi ada dipelukannya. Aryan mengatur nafasnya, mengatur emosinya, menghilangkan rasa sedih yang mulai memakan hatinya. Aryan tetap berjalan mendekat, hanya saja dengan perlahan. Elda yang tadi memperhatikan bayi itu kini menatap lelaki yang berjalan perlahan mendekatinya. Wajah lelaki itupun sangat dikenal elda. Elda segera berdiri.

“Ar..yan..” Elda tak percaya.

“hai, El...” Aryan membalasnya dengan senyum.

“kau..” Elda takjub melihat aryan yang sudah bisa berjalan.

“hehehe. Aku berjalan berkat terapi berat lho.” Aryan bingung ingin berkata apa. Hati Aryan kalut karena bahagia dan gundah bercampur aduk. Sementara mata elda mulai berkaca-kaca. Mereka diam sesaat sampai keheningan mereka buyar karena suara seorang lelaki.

“El. teman mu?...” kata lelaki yang terlihat lebih tua dari Aryan itu.

“iya mas, ini Aryan.” Kata Elda bergetar.

“Aryan yang kau ceritakan itu???, wah ini kejutan, kami baru saja mau ke kota tempatmu tinggal” Lelaki itu tersenyum sambil meraih tangan kiri Aryan. Aryan membalas dengan senyum seadanya.

“ups lupa, kenalkan, namaku Desta, aku sepupu Elda. trus emm, nah wanita itu yang sedang berjalan kemari adalah istriku, Lili.” Lanjut Desta.

Sesaat Aryan binggung. Ternyata Ini bukan suaminya? Begitu pikir Aryan.

Bayi yang ada dipelukan Elda menangis. Lalu Lili mempercepat langkahnya dan mengambil bayi yang menangis itu. Bayi itu adalah keponakan Elda. Aryan menghembuskan nafas panjang tanda dia lega. Yang ada dihatinya kini hanyalah bahagia. Elda tampaknya mengerti arti keluhan itu tapi dia sengaja bertanya. Dan Aryan dengan polos mengakui asumsinya yang keliru itu dan mereka tertawa bersama.

Aryan kemudian mendekati Elda. Dan masih seperti dulu mereka tidak perlu mengucapkan apapun jika berdekatan. Denyut nadi terasa berdetak bersahutan. Bahagia yang meluap membuat senyum yang terulas menjadi indah tak terperi. Lalu senyum itu akan kembali menjadi rangkuman cerita panjang. Cerita yang mengatakan bahwa mereka akan bahagia hingga senja usia dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk Kenali Daerahmu (Aku asal dari Menes - Pandeglang)

SOLUSI PASTI SETIAP PERSOALAN ADALAH SHOLAT...!!!

kagum pada Diri sendiri